Rabu 12 Mar 2014 16:56 WIB

Quick Count Menjadi Pengawas Kecurangan Pemilu

Rep: Andi Mohammad Ikhbal/ Red: Muhammad Hafil
 Paparan hasil survei LSI atas kinerja pemerintahan SBY selama jalannya pemilu 2014, di Jakarta, Ahad (22/12).
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Paparan hasil survei LSI atas kinerja pemerintahan SBY selama jalannya pemilu 2014, di Jakarta, Ahad (22/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perhitungan cepat atau Quick Count yang diselenggarakan lembaga survei pascapemilu dinilai menjadi media pengawas potensi kecurangan. Pengumuman hasil pemungutan suara melalui proses tersebut tidak bisa dibatasi.

Ketua Umum Perhimpunan Survei dan Opini Publik Indonesia (PERSEPI), Nico Harjanto mengatakan, perhitungan cepat sebenarnya dapat membantu masyarakat, kandidat calon, partai politik dan penyelenggara pemilu untuk mengetahui gambaran hasil sebenarnya.

“Lembaga survey yang tergabung dalam asosiasi ini memiliki kode etik. Hasil survey ini memotret opini publik dan dapat dipertanggungjawabkan secara obyektif,” kata Nico dalam jumpa pers penolakan pembatasan survey dan quick count  di Kantor Indikator Politik Indonesia, Rabu (12/3).

Pasal 247 Ayat (2), (5) dan (6), Pasal 291 dan Pasal 317 Ayat (1) dan (2) Undang-undang No. 8 Tahun 2012 tentang pemilihan legislatif (pileg) dinilai membatasi lembaga survey. Mereka dilarang mengumumnkan survei pada masa tenang, perhitungan cepat tutup dua jam setelah pemungutan suara dan terdapat ancaman pidana bagi yang tidak patuh.

Dia menambahkan, perlakuan tersebut sama saja mengekang kegiatan akademik, apalagi sampai dikenakan ancaman pidana. Pihaknya akan melakukan uji materiil terhadap ketentuan tersebut di Mahkamah Konstitusi pada 24 Maret 2014 mendatang.

“Secara hukum, sudah ada yurisprudensi dari dua putusan MK sebelumnya yang membatalkan norma-norma dengan subtansi sama,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement