Ahad 11 May 2014 19:45 WIB

Kiai Hasyim: Pemilu 2014 Sarat Politik Uang

KH Hasyim Muzadi
Foto: Antara/Widodo S Jusuf
KH Hasyim Muzadi

REPUBLIKA.CO.ID, PAMEKASAN -- Mantan ketua umum PB Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Muzadi menyatakan, pemilu legislatif 2014 ini sarat dengat praktik politik uang, sehingga hasil pemilu diperkirakaan tidak akan lebih baik dari pemilu sebelumnya.

"Pemilihan umum telah menjadi pembelian umum, dan pilihan masyarakat atas wakil mereka motifnya karena uang," kata Kiai Hasyim Muzadi dalam acara sarasehan kebangsaan yang digelar oleh PMII Pamekasan bertema "Kilas Balik Pemilu 2014, Pesta Demokrasi Atau Petaka Demokrasi" di Pendopo Pemkab Pamekasan, Ahad

.

"Perselingkuhan" yakni kerja sama tidak baik, antara politikus dan penyelenggara Pemilu sangat terbuka. Banyaknya temuan pelanggaran berupaya pengalihan hasil perolehan suara oleh oknum penyelenggara pemilu merupakan bukti adanya pelanggaran dan praktik penyelenggaraan pemilu yang menyimpang.

Untuk meraih kemenangan, caleg bahkan tidak segan-segan untuk melakukan tindakan apapun, termasuk praktik politik uang.

Padahal, kata dia, hal semacam itu hanya akan menciptakan pemimpin-pemimpin yang tidak amanah dan tidak peduli terhadap rakyatnya.

"Kita akan sulit mencari pemimpin yang peduli kepada rakyat nantinya, sebab para wakil rakyat yang terpilih itu sudah merasa membeli atas dukungan suara yang telah mereka raih," tutur Kiai Hasyim.

Di sisi lain, Hasyim juga menjelaskan bahwa praktik politik juga akan menciptakan dinasti politik di berbagai tingkatan. Baik di tingkat kabupaten, provinsi hingga di tingkat pusat.

Di beberapa daerah tidak sedikit pimpinan eksekutif, yudikatif dan legislatif dari satu keluarga. Demikian juga bupati dan ketua DPRD juga ada yang satu keluarga.

"Akan ada di legislatif yang ketua, sekretaris, bendahara semuanya dikuasai oleh satu keluaraga, bahkan kakeknya juga menjadi penasihat di lembaga itu, dan itulah yang terjadi saat ini," kata Kiai Hasyim.

Jika dinasti politik terjadi, maka demokrasi akan berubah menjadi otokrasi dan hanya akan menimbulkan kerusakan, sebab kebijakan hanya akan ditentukan oleh satu kelompok tertentu.

Kiai Hasyim menilai, praktik seperti ini jelas akan merusak tatanan demokrasi di negeri ini, sehingga amanat reformasi yang di suarakan masyarakat Indonesia masih jauh dari harapan.

Menurut Kiai Hasyim, butuh komitmen dari semua pihak untuk menciptakan tatanan pemerintah yang demokratis, bebas KKN, yang sesuai dengan amanah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement