Rabu 29 Aug 2018 15:09 WIB

20 Kampus Jabar-Banten Ajukan Merger

Program kampus asuh bisa menjadi alternatif selain merger.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Dwi Murdaningsih
Dosen yang sedang mengajar para mahasiswa (ilustrasi)
Foto: theguardian.com
Dosen yang sedang mengajar para mahasiswa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanayak 20 kampus di Jabar-Banten mengajukan merger atau penggabungan kampus. Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah IV Uman Suherman mengatakan minimnya pengajuan merger dikarenakan banyak PT yang berada di bawah yayasan berbeda.

Alhasil, kampus-kampus ini sulit menyamakan visi dari satu perguruan tinggi (PT) dengan PT lainnya. Menurut dia, 20 PT yang mengajukan merger tersebut juga adalah PT yang bernaung di satu yayasan yang sama. Karena itu dia pun mendorong agar PT kecil dan kurang sehat terus melakukan dialog sehingga muncul kesepatakan-kesepakatan.

“Tapi bukan hanya aspek itu (beda yayasan) saja, kadang-kadang dalam penggabungan itu PT bukan hanya tidak siap rugi tapi juga tidak siap untung. Kenapa? Kalau rugi jelas tidak siap, tapi untung juga bisa jadi masalah karena keuntungannya itu bakal dibagi-bagi,” ujar Uman kepada Republika.co.id, Rabu (29/8).

Selain dengan merger, sebenarnya ada beberapa alternatif lain yang bisa dilakukan untuk membina PT kecil dan kurang sehat. Misalnya, dengan menggalakkan program perguruan tinggi (PT) asuh.

Artinya, PT yang sudah unggul dan terakreditasi A harus membina PT lain yang terakreditasi B. Begitupun dengan PT yang terakreditasi B bisa membina PT yang terakreditasi C.

“Tapi untuk yang akreditasinya C tidak bisa mengasuh atau membina PT lain. Mereka aja masih sulit membina kampus sendiri. Dan cara itu memang sudah coba saya terapkan di Jabar-Banten,” kata Uman.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Patdono Suwignjo terus meminta agar kampus-kampus yang termasuk pada kategori kecil dan kurang sehat segera melakukan merger atau penggabungan dan akuisisi.

“Mereka sudah kita minta untuk merger. Terus kemudian diakuisisi, jadi kalau ada yang mendirikan PT kan nanti jumlah PT bertambah, padahal sekarang pendirian PT sedang dimoratorium. Jadi dengan akuisi itu mereka tidak perlu mendirikan PT, tapi ya PT yang kecil-kecil itu bisa diakuisisi atau merger,” kata Patdono.

Sebenarnya, upaya merger sudah lama dicanangkan oleh Kemenristekdikti. Patdono menyebut, per Agustus 2018 ini sudah ada 200 usulan merger yang sedang di proses ke Ditjen Kelembagaan Kemenristekdikti. Dia pun berharap, target Menristekdikti untuk mengurangi 1.000 perguruan tinggi bisa tercapai pada akhir tahun 2018.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement