Selasa 28 Aug 2018 19:15 WIB

Voli Pantai Putra Persembahkan Medali Perak dan Perunggu

Indonesia belum pernah meraih medali emas di voli pantai.

Rep: Lintar Satria Zulfikar/ Red: Endro Yuwanto
Seorang petugas dengan kacamatanya pada pertandingan antara tim voli pantai putra Qatar melawan Cina pada pertandingan babak semifinal voli pantai putra Asian Games 2018 di arena Jakabaring Sport City, Palembang, Sumsel, Ahad (26/8).
Foto: INASGOC/Muhammad Adimaja
Seorang petugas dengan kacamatanya pada pertandingan antara tim voli pantai putra Qatar melawan Cina pada pertandingan babak semifinal voli pantai putra Asian Games 2018 di arena Jakabaring Sport City, Palembang, Sumsel, Ahad (26/8).

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Voli pantai putra berhasil meraih medali perak dan perunggu sekaligus. Gilang Ramadhan/Danangsyah meraih perunggu setelah mengalahkan wakil Cina Goa Peng/Li Yang dengan skor 21-15, 19-21, dan 15-6. Sementara, Ade Chandra/Mohammad Ashfiya kalah dari tim Qatar Ahmed Tijan/Cherif Younousse dua set, 24-26 dan 17-21.

Pelatih voli pantai putra Indonesia Koko Prasetyo mengakui harus ada yang dibenahi untuk Asian Games selanjutnya. "Secara target pribadi ada hal yang harus saya koreksi siapkan lagi untuk Asian Games selanjutnya," kata Koko dalam konferensi pers usai pengalungan medali di arena voli pantai, Jakabaring Sport City, Palembang, Selasa (28/8).

Kekalahan di final ini cukup disayangkan. Pasalnya, ini kesempatan Indonesia meraih medali emas untuk pertama kalinya. Indonesia belum pernah meraih medali emas di voli pantai. Terakhir Koko bersama Agus Salim meraih medali perak di Asian Games 2002.

Sejak saat itu, Indonesia tidak pernah lagi meraih medali di Asian Games sampai tahun 2018 ini. Koko mengakui Danang/Gilang yang bermain dalam perebutan medali perunggu tampil lebih baik daripada Chandra/Yaya. "Untuk pasangan Danang/Gilang saya melihat dia cukup mengambil risiko ketika bermain atau mencari perunggu, karena itu memang yang kami siapkan," kata Koko.

Menurut Koko, anak asuhnya sudah bermain sesuai dengan strategi yang dipersiapkan sebelum pertandingan. Galang/Danang yang kalah dari rekan senegara di semifinal lebih berani mengambil risiko. "Untuk memenangkan sebuah laga kami membutuhkan suatu risiko, kalau cuma bermain monoton seperti itu sudah dipelajari lawan. Kami harus mengubah strategi. Danang/Gilang bisa mengambil risiko itu dan Alhamdulilah memenangkan pertandingan," kata dia.

Sementara, Koko melihat Chandra/Yaya kurang berani menampilkan permainan yang berbeda dari pertandingan sebelumnya. Sempat mengikuti strategi pelatih keduanya kembali dengan gaya permainan yang lamanya. "Yaya/Chandra saya lihat di set pertama bisa mengambil risiko seperti itu. Tapi justru di finishing skor 19-18, mereka unggul untuk set out 20-18, di situ mereka tak ambil risiko, mereka justru berhati-hati. Dengan berhati-hati itu justru memudahkan lawan menebak serangan dari Indonesia," jelasnya.

Adapun Chandra mengatakan, di set kedua ia dan Yaya sudah berupaya untuk mengejar ketertinggalan. Tapi memang sudah sulit untuk mengejar tim Qatar yang sudah sering bermain di berbagai kejuaraan dunia. "Kami harus mengakui kekuatan Qatar memang sangat bagus, mereka sering turun ke kejuaraan dunia, sering menjuarai kejuaraan dunia," kata Chandra.

Meski begitu Chandra/Yaya pernah mengalahkan tim Qatar yang menaklukkan mereka di final Asian Games. Chandra/Yaya pernah mengalahkan Ahmed/Chenif di semifinal kejuaraan Asia Pasifik di Thailand pada 2017. "Hampir satu tahun terakhir mereka keliling dunia terus jadi semua kejuaraan dunia mereka ikuti. Kami hanya setengah, mereka ikuti sampai akhir. Sampai puncaknya kejuaraan dunia pun mereka ikut, mereka tim yang benar-benar punya mental juara yang bagus juga," kata Yaya.

Sempat mengimbangi tim Qatar di set pertama dan pernah menang melawan Qatar pada 2017, menurut Yaya, kekalahannya kali ini karena pada set kedua karena strategi timnya tidak berjalan dengan baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement