Senin 06 Aug 2018 21:56 WIB

Mahasiswa UB Kembangkan Arloji Anti-Depresi

Arloji ini menggunakan teknologi pendeteksi denyut jantung dan gelombang infrasonik.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yudha Manggala P Putra
Arloji pendeteksi depresi karya mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) Malang.
Foto: dok. Pribadi
Arloji pendeteksi depresi karya mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) Malang.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Tak sedikit mahasiswa Indonesia yang merasa tertekan menghadapi sejumlah tugas yang menumpuk selama kuliah. Tidak heran apabila beberapa di antara mereka ada yang merasa stres, bahkan depresi.

Situasi ini ternyata memberikan inspirasi bagi tiga mahasiswa Universitas Brawijaya (UB), Kota Malang. Ketiga mahasiswa ini, yakni Mas Adam Lukman Chaubah, Ayu Biakhlaqir Rossa dan Frido Wahyu Alifianto. Para generasi muda ini berhasil menciptakan prototipe arloji anti depresi untuk semua kalangan masyarakat.

"Jadi awalnya gara-gara tugas kuliahnya banyak, ya sudah di situ kita pengen saja buat alat baru untuk redakan depresi," ujar mahasiswa Fakultas MIPA UB ini saat ditemui Republika di Perpustakaan UB Malang.

Menurut Adam, prototipe yang dinamakan Depression Watch atau REACT ini hanya dapat mendeteksi depresi ringan. Adapun cara menyimpulkan seseorang depresi atau tidak terlihat dari detakan jantung individu.  Jika detak jantung seseorang di ambang batas, arloji akan memberikan sinyal depresi.

photo
Arloji pendeteksi depresi karya mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) Malang.

Adam menjelaskan, komponen inovasi yang dirakit dari Mei hingga Juni 2018 ini terdiri dari beberapa alat. Alat-alat tersebut, yakni arloji, pemancar gelombang infrasonik, catu daya, modul bluetooth, layar penampil, sensor denyut nadi, buzzer dan headset. Secara keseluruhan, prototipe ini menghabiskan dana sekitar Rp 1 sampai 2 juta.

Prinsip kerjanya, kata Adam, REACT nanti akan mendeteksi denyut nadi setiap saat pada media arloji. Apabila denyut nadi lebih dari 151 bpm per menit atau kurang dari 60 bpm per menit, maka alat akan bereaksi. Dengan kata lain, pemancar akan mengemisikan gelombang yang akan beresonansi dengan gelombang otak.

"Jadi jamnya akan deteksi denyut jantung yang di atas ambang batas dengan mengirimkan kode. Lalu headset akan mengeluarkan gelombang infrasonik untuk mengurangi hormon depresi," jelas Adam.

photo
Arloji pendeteksi depresi karya mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) Malang.

Adam menerangkan, gelombang infrasonik memang tidak akan menimbulkan suara apapun di telinga manusia. Sebab, frekuensi gelombangnya hanya sekitar delapan sampai 10 Hz. Meski demikian, suara ini dapat menenangkan pikiran di otak sehingga dapat mengurangi depresi ringan seseorang.

Alat sederhana Adam dan rekan-rekannya ini dapat digunakan dalam keadaan apapun. Jika seseorang merasa depresi, individu hanya perlu memakai arloji. Saat arloji mendeteksi adanya depresi, individu hanya perlu menempelkan headset ke telinga masing-masing.

"Dengar sampai merasa normal, ya sekitar lima sampai 10 menit bisa berkurang depresinya. Intinya sih beda-beda hasilnya antara individu satu dengan lain," jelas pria asal Pasuruan ini.

photo
Arloji pendeteksi depresi karya mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) Malang.

Dengan memanfaatkan alat ini, Adam berpendapat, setidaknya mampu mendeteksi depresi secara akurat dan stabil. Frekuensinya juga dipastikan sesuai dengan gelombang otak manusia. Hal yang penting, dia menambahkan, alatnya mampu menangani depresi 52 persen lebih cepat dari kondisi normal. "Ke depan kita akan sempurnakan lagi terutama tampilannya kita perbaiki," tegasnya.

Sebagai informasi, alat ini sebelumnya pernah memenangkan lomba tingkat internasional dua kali. Pertama, temuan yang saat itu masih berbentuk rancangan memeroleh medali perak pada ajang International Invention and Innovative Competition di Malaysia. Kemudian memeroleh kategori best presenter di SCOPEACE Jepang belum lama ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement