Sabtu 28 Jul 2018 20:42 WIB

DPR Harus Reformulasi BUMN untuk Kesejahteraan Rakyat

Ini karena pengaturan BUMN oleh UU No 19 tahun 2003 tidak memenuhi tiga prinsip.

Rep: Maspril Aries/ Red: Agus Yulianto
Sidang terbuka ujian doktor Bahrul Ilmi Yakup pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (FH Unsri), Sabtu (28/7) di kampus Unsri Bukit Besar yang dipimpin Dekan Fakultas Hukum Unsri Febrian dengan promotor Amzulian Rifai guru besar FH Unsri yang juga Ketua Komisi Ombudsman.
Foto: maspril aries
Sidang terbuka ujian doktor Bahrul Ilmi Yakup pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (FH Unsri), Sabtu (28/7) di kampus Unsri Bukit Besar yang dipimpin Dekan Fakultas Hukum Unsri Febrian dengan promotor Amzulian Rifai guru besar FH Unsri yang juga Ketua Komisi Ombudsman.

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Dalam disertasi berjudul “Dekonstruksi dan Reformulasi Pengaturan Badan Usaha Milik Negara (BUMN): Upaya Menciptakan BUMN Untuk Kesejahteraan Rakyat” advokat Bahrul Ilmi Yakup merekomendasikan DPR untuk mereformulasi UU BUMN dengan membuat UU BUMN yang memenuhi syarat teoritis dan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

Rekemondasi Bahrul Ilmi Yakup tersebut disampaikan saat mempertahankan disertasinya pada pada sidang terbuka Program S3 Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (Unsri), Sabtu (28/7). Dalam sidang terbuka yang dipimpin Dekan FH Febrian, Bahrul Ilmi mengatakan, pengaturan BUMN dalam hukum positif saat ini yaitu UU No. 19 tahun 2003, melahirkan berbagai permasalahan pengaturan.

Menurut Bahrul Ilmi, DPR dan Pemerintah perlu segera mengganti UU BUMN No.19 tahun 2003 dan merformulasi RUU BUMN dengan melakukan penghapusan norma, penyesuain norma, atau penambahan materi muatan pengaturan BUMN. 

“DPR selaku pemegang kekuasaan legislatif segera melakukan harmonisasi terhadap beberapa undang-undang terkait dengan UU BUMN,” ujar doktor ke-36 lulusan Program Studi Ilmu Hukum S3 Fakultas Hukum Unsri.

Bahrul Ilmi yang pernah menjadi wartawan surat kabar berbahasa Inggris terbitan Jakarta menjelaskan, pengaturan BUMN oleh UU No 19 tahun 2003 tidak memenuhi tiga prinsip, yaitu prinsip kebenaran ilmiah, prinsip formal, yaitu memenuhi prosedur dan mekanisme pembentukan aturan yang sudah ditentukan secara formal.

“Prinsip ketiga adalah prinsip kemanfaatan publik sehingga UU No.19 tahun 2003 keliru mengatur BUMN yang merupakan lembaga karena memiliki tiga elemen,” kata Bahrul Ilmi.

Tiga elemen tersebut, menurut Bahrul Ilmi, pertama memiliki batas yang membedakannya dengan bukan BUMN. Kedua, mengusung prinsip kedaulatan terkait dengan siapa yang bertanggung jawab. Dan ketiga, memiliki rantai komando yang menentukan tanggungjawab dalam organisasi, yang berbeda dengan lembaga politik dan budaya.

Dalam disertasinya Bahrul Ilmi menjelaskan, pengaturan BUMN oleh UU No.19 tahun 2003 melahirkan permasalahan, antara lain melahirkan BUMN perusahaan persero  yang merupakan fiksi badan hukum, menimbulkan ketidakpastian hukum, menimbulkan kerancuan terhadap kedudukan menteri yang ikut mengurus BUMN, juga memungkinkan kerancuan pola perubahan bentuk badan hukum BUMN.

Pengaturan BUMN oleh UU No.19 tahun 2003 juga telah menyebabkan BUMN Indonesia menjadi komersial yang mengakibatkan produk barang dan jasa seperti bahan bakar minyak atau BBM, listrik dan tiket kereta api menjadi mahal karena harus ditentukan berdasarkan cost-benefit-base recovery. "Akibatnya, harga produk barang dan jasa BUMN tidak berbeda dengan harga produk perusahaan swasta,” kata advokat yang pernah berkarir sebagai wartawan pada sebuah majalah berita mingguan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement