Kamis 19 Jul 2018 16:35 WIB

Jika Mendesak, Mendikbud akan Bangun Sekolah Darurat

Jumlah sekolah yang rusak di Indonesia kurang dari 60 persen.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Dwi Murdaningsih
Sejumlah pelajar membawa bangku secara estafet untuk digunakan belajar di kelas tenda darurat pada hari pertama sekolah di SDN Mutiara, Desa Cibeber II, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (16/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah pelajar membawa bangku secara estafet untuk digunakan belajar di kelas tenda darurat pada hari pertama sekolah di SDN Mutiara, Desa Cibeber II, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (16/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan akan membangun sekolah darurat di zona-zona yang dinilai masih kekurangan sekolah. Hal itu sebagai respons atas kasus-kasus di beberapa daerah yang kelebihan siswa, belum terdapat sekolah di satu zona, atau bahkan sarana prasana minim.

"Nanti kalau kita lihat terlalu mendesak, kita bisa bikin sekolah darurat," kata Muhadjir di Jakarta, Kamis (19/7).

Muhadjir menyebut, berdasarkan verifikasi data terakhir jumlah sekolah yang rusak baik berat, sedang maupun ringan di seluruh Indonesia kurang dari 60 persen. Namun dia mengakui, standarnya memang harus ditingkatkan.

My Esti: Sistem Zonasi Sekolah Baik, Tapi Benahi Hal-hal Ini

Misalnya sarana prasana, perpustakaan, laboratorium dasar dan lain-lain terutama untuk jenjang SD. Karena, menurut dia, sebagian besar SD adalah peninggalan SD inpres atau bekas pembangunan tahun 1973 yang fungsinya sebagai pengganti program Pemberantasan Buta Huruf (PBH) yang lebih menekankan pada membaca, menulis dan berhitung (calistung).

Disinggung soal anggaran, Muhadjir menyebut, tidak ada anggaran khusus untuk pembenahan sarana prasana dan pembangun sekolah. "Kebijakan ini bukan proyek, jadi tidak ada anggaran khusus . Tetapi Kemendikbud akan mengoptimalkan anggaran dan sumber daya yang sudah ada agar lebih efektif dan efisien," kata dia.

Sebelumnya Muhadjir menyampaikan, beberapa tujuan dari sistem zonasi, di antaranya menjamin pemerataan akses layanan pendidikan bagi siswa, mendekatkan lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga, menghilangkan eksklusivitas dan diskriminasi di sekolah. Khususnya sekolah negeri. Selain itu, untuk membantu analisis perhitungan kebutuhan dan distribusi guru. Sistem zonasi juga dapat mendorong kreativitas pendidik dalam pembelajaran dengan kondisi siswa yang heterogen.

Kebijakan sistem zonasi pada penerimaan siswa baru, menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, merupakan upaya menghilangkan pola pikir kastanisasi dan favoritisme terhadap salah satu sekolah.

"Selama ini di setiap daerah pasti ada namanya sekolah favorit. Sekolah favorit itu menimbulkan sistem kasta, lha masa sekolah jangan sampai munculkan kasta," kata Muhadjir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement