Selasa 17 Jul 2018 07:18 WIB

Zonasi Sekolah Harus Diikuti Pembenahan Fasilitas

Keberadaan sekolah-sekolah yang ada di wilayah pinggiran kerap kurang diperhatikan.

Orang tua murid mengawasi anaknya pada hari pertama masuk sekolah di SDN Kampung Melayu 01/02, Jakarta, Senin (16/7).
Foto: Republika/Prayogi
Orang tua murid mengawasi anaknya pada hari pertama masuk sekolah di SDN Kampung Melayu 01/02, Jakarta, Senin (16/7).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- DPRD Kota Semarang mengingatkan penerapan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) harus diikuti dengan pembenahan fasilitas. Pembenahan ini terutama pada sekolah-sekolah di pinggiran kota.

"Artinya, semua satuan pendidikan di Semarang harus memiliki fasilitas yang sama dan merata," kata Wakil Ketua DPRD Semarang, Wiwin Subiyono usai diskusi bertajuk "Sekolah Untuk Rakyat" di Semarang, Senin (16/7).

Politikus Partai Demokrat itu menambahkan sistem zonasi dalam PPDB sebenarnya bertujuan sebagai pemerataan mutu pendidikan. Dengan demikian, anak-anak pandai tidak hanya menumpuk pada sekolah-sekolah favorit, melainkan tersebar.

Pendidikan tidak bisa hanya terpusat di salah satu sekolah. Sebab, sekolah-sekolah lainnya, terutama yang berada di kawasan pinggiran akan tertinggal dengan munculnya sekolah yang kemudian dianggap favorit.

"Dinas Pendidikan harus memperhatikan fasilitas sekolah. Dalam artian, sekolah yang sebelumnya disebut 'sekolah pinggiran' harus diperbaiki dan dikembangkan sehingga tidak ada lagi keistimewaan sekolah tertentu," kata dia.

Ia mengakui, keberadaan sekolah-sekolah yang dianggap favorit akan memunculkan persoalan ketika masyarakat berlomba-lomba memasukkan anaknya ke sekolah tersebut. Persoalan tersebut, yakni sekolah pinggiran akan semakin terpinggirkan.

“Karena sudah tidak ada lagi sekolah-sekolah favorit, kami berharap seluruh sekolah, terutama sekolah menengah pertama (SMP) negeri yang ada di Semarang harus disamakan fasilitasnya untuk peningkatan mutu pendidikan,” terangnya.

Pemerhati pendidikan, Tukiman Taruno, membenarkan selama ini pemerintah cenderung kurang adil dalam pemerataan fasilitas sekolah. Sebab, keberadaan sekolah-sekolah yang ada di wilayah pinggiran kerap kurang diperhatikan.

Sekolah-sekolah yang disebut pinggiran itu kemudian tidak disentuh. "Jadi, sangat wajar ketika kemudian orang tua dan anak-anak mengidolakan untuk sekolah di satuan pendidikan yang fasilitasnya baik," lanjutnya.

Dalam kondisi semacam itu, akhirnya muncul sebutan sekolah-sekolah favorit. Label sekolah favorit ini sebenarnya merepotkan pemerintah juga karena masyarakat menjadi gengsi untuk menyekolahkan anaknya di sekolah yang dianggap tidak favorit.

"Pemerintah harus memperhatikan ini secara betul. 'Ngapik-apik barang sing wis apik', itu kan gampang. Akan tetapi, memperbaiki yang sedang maju itu memang banyak tantangan dan perlu kerja keras," tegas Tukiman.

Sementara Kepala Disdik Semarang, Bunyamin berkomitmen memberikan fasilitas untuk seluruh satuan pendidikan. Ini termasuk di kawasan pinggiran sehingga banyak yang kemudian menyaingi mutu sekolah favorit.

"Sekarang ini kan banyak sekolah di kawasan pinggiran mulai berlomba-lomba menjadi juara. Dalam lomba guru berprestasi, misalnya, malah kebanyakan guru sekolah pinggiran yang sekarang ini kerap juara," jelasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement