Komisi IX dan Menkes Bahas Urun Biaya Kesehatan

Terjadi defisit pada pembiayaan kesehatan.

Senin , 28 May 2018, 11:43 WIB
Anggota Komisi IX DPR RI Roberth Rouw.
Foto: DPR
Anggota Komisi IX DPR RI Roberth Rouw.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi IX DPR RI dengan Kementerian Kesehatan menggelar rapat kerja membahas urun biaya pada pelayanan kesehatan. Urun biaya merupakan tambahan biaya yang dibayar peserta kepada fasilitas kesehatan (faskes) pada saat memperoleh manfaat pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan.

Anggota Komisi IX DPR RI Roberth Rouw mengatakan, pembahasan tentang urun biaya ini karena terjadi defisit pada pembiayaan kesehatan.  “Saya ingatkan kenapa kita tiba-tiba bicara tentang urun biaya, saya ingin sampaikan ini semua karena ada defisit yang besar,” ujar Roberth saat raker di Ruang Rapat Komisi IX, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (24/5).

Urun biaya diberlakukan apabila tindakan yang dilakukan atas permintaan penerima manfaat yang tidak sesuai dengan indikasi medis. Urun biaya bertujuan menghindari terjadinya moral hazard. Roberth menekankan kepada pemerintah apa pun kondisinya pelayanan kesehatan kepada masyarakat harus dijalankan dengan sebaik-baiknya karena layanan kesehatan merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

“Bicara pelayanan kesehatan itu adalah amanat undang-undang dan konstitusi kita, jadi tidak boleh kita mundur lagi,” ujarnya.

Menurutnya pemerintah tidak boleh membebani rakyat, karena pelayanan kesehatan adalah tanggung jawab pemerintah. “Ini tanggung jawab pemerintah. Nah sekarang bagaimana kebijakannya untuk menanggung itu. Pemerintah harus mencari dana untuk menanggung itu. Bukan mengembalikan ini untuk menekan masyarakat dengan alasan urun biaya,” ujar Roberth.

Menteri Kesehatan Nila F Moeloek memaparkan, jenis pelayanan yang diusulkan BPJS Kesehatan untuk dikenakan urun biaya antara lain, pelayanan katarak, pelayanan rehabilitasi medik, dan pelayanan kesehatan masa melahirkan. Dia mengungkapkan persoalan ini akan dibahas dan dikaji organisasi profesi bersama Kemenkes yang kemudian ditetapkan oleh menteri.

Kebijakan urun biaya ini berdasar pada Pasal 22  UU Nomor 40 tentang SJSN. Dalam ayat 2 berbunyi: "Jenis pelayanan yang dimaksud adalah pelayanan yang membuka peluang moral hazard (sangat dipengaruhi selera dan perilaku  peserta), misalnya pemakaian obat-obat suplemen, pemeriksaan diagnostik, dan tindakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan medik".

Dalam aturan ini juga disinggung urun biaya harus menjadi bagian upaya pengendalian, terutama upaya pengendalian dalam menerima pelayanan kesehatan. Penetapan urun biaya dapat berupa nilai nominal atau persentase tertentu dari biaya pelayanan, dan dibayarkan kepada fasilitas kesehatan pada saat peserta memperoleh pelayanan kesehatan.