DPR RI Tekankan Peran Penting Keluarga Perangi Radikalisme

UU Antiterorisme baru disahkan dan diharapkan menjadi payung hukum pencegahan.

Ahad , 27 May 2018, 15:51 WIB
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Hetifah Sjaifudian mengajak perempuan bersatu menangkal radikalisme. Hal ini ia sampaikan pada Seminar "Perempuan Menghadapi Tantangan Zaman" yang digelar Kowani, Ahad (27/5) di Gedung SMESCO Jakarta. Hetifah mengaku prihatin atas adanya kejadian teror yang melibatkan perempuan dan anak beberapa waktu lalu.

"Aksi teroris memang menebar ancaman dan rasa takut. Kita baru sahkan UU Anti-Terorisme. Mudah-mudahan UU ini menjadi payung hukum untuk pencegahan", ujarnya, dalam pesan singkatnya, Ahad (27/5).

Hetifah menambahkan, dalam memerangi paham radikal, peran keluarga sangat penting untuk memantau aktivitas anak. Oleh karena itu, sebagai orang tua, sangat perlu untuk mengobrol apa kegiatan anak-anak. Kemudian juga harus menangkal paham-paham radikalisme.

"Beberapa ancaman anak-anak kita seperti kekerasan, narkoba, pornografi, tindakan amoral, juga radikalisme. Kita harus mengcounternya," kata Hetifah.

Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme atau Undang-undang Antiterorisme sendiri mengatur ancaman hukuman bagi kejahatan terorisme yang melibatkan anak-anak. Ketentuan ini diatur dalam pasal 16A. Pasal tersebut merupakan tambahan pasal baru yang disisipkan di antara pasal 16 dan pasal 17. Pasal tersebut berbunyi, setiap orang yang melakukan Tindakan Pidana Terorisme dengan melibatkan anak, ancaman pidananya ditambah sepertiga.

Sebelumnya, pasca bentrokan di Mako Brimob, Depok yang menewaskan lima anggota polisi, bentrokan di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, juga menewaskan seorang narapidana teroris, terjadi serangan dari terduga teroris secara beruntun. Jawa Timur diguncang serangan teror selama dua hari berturut-turut. Serangan pertama dilakukan oleh satu keluarga di tiga buah gereja di Surabaya pada Ahad (13/5) pagi.

Tragedi memilukan itu telah memakan korban 43 orang mengalami luka-luka dan 18 orang meninggal dunia. Sementara, jumlah pelaku bom bunuh diri berjumlah enam orang.