Rabu 09 May 2018 07:36 WIB

Kemenristekdikti Terus Susun Rencana Induk Pengembangan SDM

Tiga sektor pengembangan SDM meliputi infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemenristekdikti Profesor Dr Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D.
Foto: Dompet Dhuafa
Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemenristekdikti Profesor Dr Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) tengah menyusun rencana induk pengembangan sumber daya manusia (SDM) untuk bidang pangan dan kemaritiman. Pemetaan supply dan demand ini dinilai penting karena saat ini relevansi pendidikan tinggi terhadap kebutuhan kerja masih kurang.

Direktur Jenderal Sumber Data Iptej dan Dikti Prof Ali Ghufron Mukti mengatakan, selama tahun 2016 sudah menyelesaikan rencana induk pengembangan SDM untuk tiga sektor, meliputi infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Artinya, kata dia, hingga tahun 2024 nanti sudah ada peta terkait kebutuhan lulusan perguruan tinggi di tiga sektor tersebut.

"Data inilah yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan institusi, termasuk Bappenas dalam menyusun kebijakan dalam rangka peningkatan SDM Indonesia," kata Ghufron di Jakarta, Selasa (8/5).

Dia menerangkan, pada sektor pendidikan setiap tahun perguruan tinggi mencetak kurang lebih 250 ribu calon guru. Tetapi nyatanya yang benar-benar terserap menjadi guru profesional tidak lebih dari 20 persennya.

Karena itu, Ghufron melanjutkan, relevansi pendidikan tinggi akan menjadi salah satu fokus Kemenristekdikti dalam meninggikan kualitas SDM Indonesia. Apalagi saat ini, jumlah perguruan tinggi Indonesia sangat banyak, mencapai lebih dari 4.400 perguruan tinggi.

Dia mengungkapkan, angka perguruan tinggi jauh melebihi jumlah perguruan tinggi di China yang memiliki penduduk terbanyak di dunia. Karenanya, cetak biru pembangunan SDM diharapkan mampu menjadi acuan dalam membuka fakultas atau program studi yang sesuai dengan kebutuhan zaman.

"Jangan sampai perguruan tinggi membuka program studi yang lulusannya sudah tidak dibutuhkan, atau kita kekurangan lulusan yang justru dibutuhkan. Apalagi dalam kaitannya dengan revolusi industri 4.0, dunia kerja serba berubah, bahkan ada beberapa pekerjaan yang sudah tergantikan oleh robot," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement