Senin 07 May 2018 15:03 WIB

Lulusan PT Didorong Ciptakan Lapangan Pekerjaan

Soal praktik korupsi, tak bisa hanya menyalahkan perguruan tinggi

 Edy Suandi Hamid
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Edy Suandi Hamid

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Indonesia sampai saat ini masih dililit berbagai masalah, di antaranya persoalan pengangguran, kemiskinan, hingga karakter elite yang pragmatis dan mementingkan kekuasaan. Oleh karena itu, para lulusan perguruan tinggi (PT) diminta tidak menambah lagi masalah itu. Sebagai insan terdidik dan berakal lebih, seharusnya para lulusan tersebut ikut ambil bagian untuk memberi dan memecahkan masalah tersebut, baik dengan pemikiran maupun dengan tindakan yang lebih konkret.

Prof Edy Suandi Hamid menyampaikan hal itu di hadapan 3419 wisudawan magister, sarjana, dan ahli madya di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara di Medan, Senin (7/5).  Acara yang dipimpin Rektor UMSU Dr Agus Sani tersebut dihadiri juga oleh Sekpel Kopertis Wilayah  I Sumatera Utara, serta mantan Pangkostrad Letjen Edy Rahmayadi yang putranya ikut diwisuda sebagai Sarjana Kedokteran. 

Saat ini, ujar Prof Edy, banyak pengangguran, termasuk pengangguran terdidik. Dari sebanyak lebih tujuh juta pengangguran terbuka di Indonesia, sekitar 800 ribu di antaranya lulusan perguruan tinggi. 

"Jika saudara yang diwisuda hari ini semua mencari dan melamar pekerjaan, maka ini potensial ikut menambah masalah. Sebaliknya, saudara memberi solusi atas masalah jika lulusan perguruan tinggi ini terjun menjadi wirausaha atau bekerja mandiri dan menciptakan pekerjaan bagi orang lain," ujar wakil ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah ini.

Lebih lanjut dikemukakan, suatu hal yang ironis yang harus menjadi pemikiran para intelektual adalah Indonesia yang kaya sumber daya alam dan manusia tetapi puluhan juta penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan, kemiskinan itu banyak di daerah yang justru kaya sumber daya alamnya seperti Papua dan Riau. "Ini pasti ada yang salah dalam manajemen sumber daya kita, yang harus dibenahi," ujarnya.

Ketidakefisienan pengelolaan sumberdaya alam ini juga dikarenakan korupsi yang masif yang melibatkan birokrasi pemerintahan, legislatif, dan juga yudikatif. Celakanya lagi, sebagian besar yang korup itu di adalah lulusan perguruan tinggi, sehingga muncul gagasan untuk mencabut ijazah perguruan tingginya bagi para koruptor.  "Ini sepertinya naif, tetapi mengekspresikan keputusasaan kita atas masalah korupsi yang meluas ini," kata rektor Universitas Widya Mataram ini. 

Soal praktik korupsi, katanya, tak bisa hanya menyalahkan perguruan tinggi. Ini dikarenakan proses pembentukan karakter seharusnya sudah dilakukan sejak pendidikan usia dini, dan juga harus dimulai juga dalam  pendidikan keluarga. "Tidak adil juga kalau yang disalahkan dan dicabut hanya ijazah pendidikan tingginya," kata mantan Rektor UII ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement