Rabu 02 May 2018 09:22 WIB

FSGI: Saatnya Pemerintah Buat Cetak Biru Pendidikan Nasional

Dengan cetak biru, pendidikan nasional tidak dilakukan secara parsial.

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo (kanan).
Foto: Republika/Prayogi
Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FGSI) Heru Purnomo mengatakan sudah waktunya bagi pemerintah untuk membuat pola dasar atau cetak biru pendidikan secara nasional yang melibatkan seluruh komponen pendidikan. Hal ini diutarakan Heru pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2018.

"Cetak biru pendidikan nasional sangat mendesak. Tujuannya agar bisa menjadi pedoman, agar bisa menjadi pedoman, tolok ukur dan petunjuk arah dalam menjalankan kebijakan-kebijakan pendidikan secara nasional," ujar Heru di Jakarta, Rabu (2/5).

Melalui cetak biru pendidikan tersebut, pembangunan pendidikan nasional tak lagi dilakukan secara parsial dan sporadis. Tetapi, lebih terencana, komprehensif dan melibatkan semua pihak.

Dalam rangka peringatan Hardiknas yang jatuh setiap 2 Mei, Heru juga meminta pemerintah untuk menata lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) maupun fakultas keguruan dan ilmu pendidikan (FKIP) yang tak bermutu. Sehingga, guru yang dihasilkan pun berkompeten.

"Kurikulum di LPTK mesti disesuaikan dengan perkembangan zaman dan teknologi. Begitu juga dengan kurikulum yang memuat pendidikan ramah anak dan kemampuan berpikir kritis," tambah dia.

Heru juga menambahkan guru mesti dibekali dengan pendidikan ramah anak, memahami UU Perlindungan Anak dan guru mesti dibekali kompetensi sosial dan kepribadian yang matang. Menurut dia, sudah waktunya dibuat peraturan setingkat perpres mengenai perlindungan guru di sekolah. Kemudian peraturan setingkat tentang penanganan kekerasan di sekolah.

"Untuk guru honorer adalah persoalan mendesak segera dipenuhi. Solusi yang bisa dilakukan pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan guru, memberikan insentif bulanan bahkan mengangkat mereka menjadi pegawai negeri sipil, sesuai dengan kualifikasi dan peraturan," imbuh dia.

FSGI menambahkan masih banyak guru yang statusnya honorer, dengan honor sebesar Rp 35.000 per bulan, seperti yang dialami Imron Husain seorang guru dari Sumenep, Madura. Begitu pun nasib seorang guru dari NTB yang mendapatkan honor sebesar Rp 50.000 per bulan.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement