Rabu 14 Mar 2018 20:38 WIB

MUI: Larangan Bercadar di IAIN Bukittinggi Keliru

alasan administratif yang dikemukanan pihak kampus sama sekali tidak ilmiah.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Esthi Maharani
Edaran yang berisikan imbauan bagi civitas akademika IAIN Bukittinggi untuk tidak mengenakan cadar.
Foto: Istimewa
Edaran yang berisikan imbauan bagi civitas akademika IAIN Bukittinggi untuk tidak mengenakan cadar.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatra Barat melihat kebijakan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi dengan imbauannya agar mahasiswi dan dosen tidak bercadar merupakan langkah keliru. Ketua MUI Sumbar, Gusrizal Gazahar, menilai bahwa alasan administratif yang dikemukanan pihak kampus sama sekali tidak ilmiah.

 

 

Gusrizal melihat bahwa kekhawatiran pihak kampus bahwa pemakaian cadar akan membatasi komunikasi antara dosen dan mahasiswa bisa dipatahkan. Menurutnya, pembinaan tidak menuntut seseorang harus melihat wajah mahasiswinya, kecuali bagi mereka yang gemar memandang wajah perempuan yang bukan mahramnya.

 

 

"Apakah teori pembinaan hari ini menuntut pandang-memandang seperti itu? Saya tidak tahu, apakah ini pernyataan yang keluar dari akal yang berisi ilmu atau akal yang dikuasai nafsu," katanya, Rabu (14/3).

 

 

Gusrizal menambahkan, paling tidak ada dua alasan mengapa cadar tidak bisa dilarang di kampus, apalagi institusi yang mengusung agama Islam di dalamnya. Alasan pertama, lanjutnya, bahwa penggunaan cadar adalah hak muslimah. Sedangkan alasan kedua, bahwa pemakaian cadar adalah bagian dari pilihan menjalankan pandangan dan anjuran ulama.

 

 

"Bercadar itu diridai Rasulullah. Istri-istri beliau, sahabat perempuan semasa beliau, banyak yang mengenakan cadar. Kita umat Nabi Muhammad, tapi kok melarang bercadar. Di kampus Islami pula," jelasnya.

 

 

Gusrizal juga mengingatkan bahwa pandangan ulama terhadap penggunaan cadar berbeda-beda. Meski begitu, Gusrizal menilai bahwa khilafiah-nya bukan persoalan boleh atau tidaknya. Tapi, tentang tingkatan pensyariatannya. "Apakah wajib, sunat atau sebatas mubah," jelas Buya Gusrizal.

 

 

Berdasarkan pandangannya, pihak Kampus IAIN Bukittinggi terkesan mencari-cari alasan untuk melarang pemakaian cadar. Menurutnya, bila kejadian ini terjadi di tengah-tengah lembaga pendidikan yang berlabel Islam, hal ini menunjukkan betapa lemahnya intelektual para pengaku cendikiawan Muslim. "Sehingga terperangkap dalam propaganda Islamophobia yang mengidentikkan cadar dengan terorisme atau jenggot dengan radikalisme," ujarnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement