Sekolah Tapal Batas Harapan Pendidikan Bagi Anak-Anak TKI

Fasilitas pendidikan anak-anak TKI di perbatasan Malaysia terkesan tidak terjamin.

Kamis , 08 Mar 2018, 10:33 WIB
Tim Panja Standar Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah (SN Dikdasmen) Komisi X DPR RI mengunjungi Yayasan Ar-Rasyid Nunukan.
Foto: dpr
Tim Panja Standar Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah (SN Dikdasmen) Komisi X DPR RI mengunjungi Yayasan Ar-Rasyid Nunukan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Panja Standar Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah (SN Dikdasmen) Komisi X DPR RI mengapresiasi Yayasan Ar-Rasyid Nunukan, yang telah menyelenggarakan Sekolah Tapal Batas. Sekolah Tapal Batas ini tepatnya berada di Desa Sungai Limau, Kecamatan Sebatik Tengah, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara.

Sekolah ini bisa menjadi media belajar anak-anak yang berada di daerah perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia. Wakil Ketua Komisi X DPR RI sekaligus Ketua Tim Kunjungan Abdul Fikri Faqih mengatakan, kehadiran sekolah ini menjadi harapan bagi orang tua yang bekerja menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di perbatasan Indonesia-Malaysia.

Sebab, TKI yang bekerja di wilayah Malaysia itu tak dapat menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah Malaysia. Bahkan kabarnya, sebelum adanya Sekolah Tapal Batas ini, banyak anak-anak yang tidak bersekolah.

Tidak mudah untuk meninjau Sekolah Tapal Batas di Pulau Sebatik ini. Selain jaraknya yang cukup jauh dari Tarakan, infrastruktur di beberapa titik kurang memadai. Setidaknya diperlukan hampir tiga jam perjalanan kapal dari Tarakan, menuju Pelabuhan Sungai Pancang di Pulau Sebatik.

Dilanjutkan perjalanan darat hampir 1 jam menuju Sekolah Tapal Batas, dengan melewati beberapa jalanan yang kondisinya berlubang dan kontur jalanan yang rendah dan tinggi. Kondisi cuaca di laut yang tidak bisa diprediksi, bahkan membuat kapal tidak bisa berlayar.

“Kami mengapresiasi langkah Ibu Suraidah (Kepala Sekolah Tapal Batas.red) yang mendirikan Sekolah Tapal Batas ini, dengan menyelenggarakan sekolah setingkat Madrasah Ibtidaiyah. Dan untuk tingkat SMP dan SMA, dengan menyelenggarakan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) untuk mengejar Paket B dan C," kata Fikri di sela-sela peninjauan Sekolah Tanpa Batas, Selasa (6/3).

Politikus F-PKS itu menilai, fasilitas pendidikan untuk anak-anak TKI di perbatasan dengan Malaysia terkesan tidak dijamin. Padahal Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan, pendidikan yang layak menjadi hak setiap setiap warga negara. Menurutnya, seharusnya negara hadir untuk menyelesaikan permasalahan di daerah perbatasan.

“Dari kunjungan ini, Panja Dikdasmen menemukan banyak fakta yang menunjukkan bahwa sektor pendidikan kita harus berbenah. Untuk mendapatkan formula yang baik untuk pendidikan di masa depan, kita harus melihat Indonesia secara utuh. Tidak hanya Jawa, tapi juga di daerah perbatasan,” kata Fikri.

 

Temuan masalah

Fikri dan Tim Panja pun menemukan beberapa masalah yang dihadapi Sekolah Tapal Batas. Pertama, terkait sarana prasarana serta infrastruktur sekolah. Kendati sudah mendapatkan bantuan, namun kondisinya mesti ditingkatkan. Kemudian terkait tenaga pengajar yang dinilai minim. Sehingga diperlukan langkah dari Pemerintah Daerah Kalimantan Utara (Kaltara), agar dapat meningkatkan guru untuk mengajar di daerah perbatasan.

“Usulan dari Pemprov Kaltara, untuk mengangkat dan memprioritaskan putera-puteri daerah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk mengajar. Namun harus diakui, untuk mengajar di daerah perbatasan, jika tidak ada jaminan kesejahteraan, tentu tidak menarik. Sehingga tentunya harus diimbangi dengan insentif dan jaminan, serta tunjangan kemahalan,” usul Fikri.

Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI Popong Otje Djundjunan mengatakan, sekolah-sekolah di daerah perbatasan harus mendapatkan perhatian khusus yang sangat serius dari pemerintah. Selain karena ada sisi politis, yakni berbatasan dengan negara tetangga, daerah perbatasan juga menjadi cerminan Indonesia.

“Terkait sisi politis di daerah perbatasan ini, harus ada kesamaan persepsi antara legislatif dan eksekutif, baik di daerah maupun pusat. Sehingga dalam membuat kebijakan, memiliki  langkah yang sama. Ketika kebijakan yang dibuat sudah tepat dan sama sikapnya, baru kemudian teknisnya dijalankan oleh pemerintah. DPR akan mengawasi pelaksanaan teknisnya,” kata politisi F-PG itu.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Sekolah Tapal Batas Suraidah mengakui, masih ada permasalahan yang dihadapi sekolah yang dipimpinnya, diantaranya minimnya guru, infrastruktur gedung, maupun minimnya koleksi buku. Akibat dari minimnya koleksi buku, literasi guru dan murid cukup rendah.