Senin 15 Jan 2018 13:51 WIB

YPU Bina Ilmu Parung Gelar Pelatihan Pembelajaran Abad 21

pelatihan peningkatan mutu pendidikan dengan tema 'Pembelajaran Abad 21', Sabtu (13/1).
Foto: Istimewa
pelatihan peningkatan mutu pendidikan dengan tema 'Pembelajaran Abad 21', Sabtu (13/1).

REPUBLIKA.CO.ID,  BOGOR--Yayasan Pembinaan Umat (YPU) Bina Ilmu yang mengelola pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar Terpadu (SDT) Bina Ilmu menggelar pelatihan peningkatan mutu pendidikan dengan tema 'Pembelajaran Abad 21', Sabtu (13/1). Acara diikuti seluruh pendidik dan tenaga kependidikan di lembaga yang berdiri sejak 1997 beralamat di Jalan Haji Mawi Nomor 03 Parung, Bogor, Jawa Barat. Narasumber yang dihadirkan ketua Departemen Hubungan dan Kerjasama Internasional Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT), Sapto Sugiharto.

 

Tepat pukul 08.00 WIB acara dibuka oleh Kepala Bidang Pendidikan YPU Bina Ilmu, H Momon Abdul Rohman. Seluruh peserta mengikuti kegiatan dengan antusias dan sangat aktif dari sesi pertama sampai sesi punutupan pukul 13.00 WIB. Sebelum sesi pertama dimulai, 28 peserta yang hadir dibagi ke dalam enam kelompok. Nama-nama kelompok diambil dari benda luar angkasa seperti Komet, Meteor, Bintang, Galaksia Bima Sakti, Andromeda dan Los Galakticos. Selain pemaparan materi dari nara sumber para peserta diajak untuk berdiskusi dengan kelompoknya masing-masing dan mempresentasikan hasilnya kepada peserta lain.

 

Sapto Sugiharto, mengatakan para pendidik saat ini memiliki tantangan yang besar dalam mendidik anak-anak di era milenial. ''Pembalajaran abad 21 intinya tantangan buat kita semua terutama karena kita sekolah Islam kita menyesuaikan dengan kondisi zaman sekarang,'' kata  Manager Pendidikan di SMPIT Insan Mandiri Parung, Bogor, Jawa Barat, Senin (15/1). 

 

Lebih lanjut kata Kepala Sekolah SMART Ekselensia Dompet Dhuafa (2004-2006) ini lembaga pendidikan Islam harus mampu memberikan pilihan utama kepada masyarakat supaya pendidikan putra-putri mereka tidak tertinggal oleh pendidikan lembaga non-Muslim. ''Selanjutnya kita memberikan alternatif. Kita juga jangan ketinggalan aspek ukhrowinya, keislamannya, jelas Sapto.

 

Sapto yang pernah menjadi Kepala Sekolah HighScope Indonesia yang berada di Jakarta dan Bintaro mennyebutkan tren pendidikan abad ke 21. ''Pengunaan teknologi yang tinggi, pendekatan globalisasi di dalam pembelajaran, pendidikan “borderless” dan ‘cross-border’, pendekatan yang tertumpu kepada pelajar, partnership yang strategis dan perhubungan yang jitu di antara pemerintah, yayasan, sekolah, dan pendidik dan pembelajaran informal didorong oleh teknologi serta kerangka, studi banding dan pendekatan autentik dalam penilaian (assessments),'' paparnya. 

 

Maka itu, lanjut ayah lima anak ini, setiap lembaga pendidikan harus membina para pendidiknya untuk memiliki kemahiran Abad ke 21 yang saat ini sedang berlangsung dan untuk masa depan. ''Kemahiran berfikiran kritikal dan boleh menyelesaikan masalah, kolaborasi dan memimpin melalui pengaruh, 'agile' dan adaptasi, initiatif dan entrepreneurialism, lisan (oral) yang efektif dan komunikasi bertulis, menilai dan menganalisa informasi dan ‘curiosity’ dan imaginasi, jelasnya''

 

''Jadi kita pelajari dulu yang dibutuhkan untuk pembalajaran abad 21 itu seperti apa oleh konsep Barat yang selama ini mereka masih leading (memimpin). Itu hikmah yang 

 

harus kita ambil, ini yang hilang dari umat Islam. Memang semuanya bagus sesuai dengan perkembangan zaman. Nah, itulah yang harus kita pelajari, kuasai dan tentunya 

 

kita masukkan unsur-unsur keislaman,'' kata pria Jakarta, 3 Mei 1972.

 

Ia mencontohkan keterampilan abad 21 salah satunya, kolaborasi di mana siswa belajar dengan semangat saling bekerjasama bukan saling berkompetisi. ''Jadi, belajar itu bekerjasama karena belajar itu seperti orang dalam perjalanan. Dalam perjalanan itu harus saling membantu, tolong menolong,'' ungkapnya.

 

Sapto menilai dengan kolaboratif siswa akan menyiapkan dirinya untuk masa depan. ''Jadi terbiasa bekerjasama dalam tim, teamworknya bagus, tidak ada sekat-sekat lagi, tidak bisa bekerjasama dengan orang lain tidak muncul lagi karena di era masa depan itu, semua orang dituntut untuk bisa bekerjasama, beradaptasi dengan lingkungan baru. Kalau mereka tidak terbiasa dengan hal itu maka mereka akan terkucilkan,'' katanya.

 

Ia tidak mau umat Islam yang menjadi mayoritas menjadi seperti itu. ''Kita ingin menjadi warga dunia, kita bisa mempengaruhi dunia. Bagaimana caranya mempengaruhi dunia dengan bisa diterima dengan cara menguasai keterampilan abad 21.''

 

Sapto yang pernah menjadi dosen STIE Trisakti dan STBA LIA membagi bekal kepada guru. ''Bagi guru, pertama, bekal yang paling utama untuk pembelajaran abad 21 adalah semangat menjadi guru pembelajar. Bekalnya semangat dulu bahwa dia berniat untuk memperbaiki dirinya.  Kedua, keterampilan teknis. Bahwa dia harus menguasasi bagaimana anak-anak ini nanti belajar di masa depan. Karena itu tugas guru mengajarkan bagaimana caranya belajar. Selanjutnya masuk konten. Kira-kira tema-tema apa yang akan dihadapi oleh anak-anak kita di masa depan,'' jelasnya. 

 

''Jadi, guru adalah pembelajar yang terus menerus, selalu mengupdate dirinya kondisi zaman sekarang ini yang sekarang ini dikenal dengan zaman now terus bagaimana nanti kurang lebih anak-anak menghadapi tantangan di masa depan. Tidak bisa main-main lagi untuk masalah seperti itu, harus serius, harus mengikuti trend dan kalau bisa kita menciptakan trend sendiri yang trendsetternya kita ini sekolah Islam bagaimana menyiapkan generasi Muslim yang bisa beradaptasi dengan zaman yang akan datang tetapi tidak meninggalkan aspek modernitas, aspek keislaman selalu berimbang dengan kualitas. Jadi, Islami, modern dan berkualitas,'' tandas penggiat dan pengurus pusat Jaringan Sekolah Islam Terpadu.

 

Sementara itu Kepala Bidang Pendidikan YPU Bina Ilmu, H. Momon Abdul Rohman merasa sangat bersyukur dengan digelarnya pelatihan untuk meningkatkan mutu pendidikan di lembaga yang dikelolanya. ''Setiap pendidik harus menyadari bahwa dirinya sebagai khalifah Allah di bumi dengan profesi sebagai pendidik,'' katanya. 

 

oleh karena itu, sambung Pembina Lembaga Kaligrafi Alquran (LEMKA), sebenarnya mendidik adalah ibadah. ''Karena itu melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan pendidikan harus tidak hanya mencari ridha Allah sehingga berefek pada melaksanakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya dan untuk menyadarkan kembali kepada fungsi kita sebagai pendidik,'' tandas ayah tiga anak ini.[]

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement