Rabu 03 Jan 2018 19:24 WIB

Siswa SD Muhammadiyah 1 Ketelan Belajar Antikorupsi

Suasana pembelajaran antikorupsi yang digelar di SD Mjuhammadiyah 1 Ketelan, Surakarta, Jawa Tengah.
Foto: Dok SDM 1 Ketelan
Suasana pembelajaran antikorupsi yang digelar di SD Mjuhammadiyah 1 Ketelan, Surakarta, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Sebanyak 30 siswa kelas 3 B Sekolah Pendidikan Karakter Berbasis TIK SD Muhamamdiyah 1 Ketelan Surakarta, Jawa Tengah,  belajar upaya pencegahan korupsi melalui permainan edukatif yang diberi nama “Sembilan Nilai Permainan Anak Anti korupsi” atau SEMAI. Kegiatan tersebut diadakan  di sekolah tersebut, Rabu  (3/1).

Seperti namanya, permainan ini berisikan sembilan nilai anti korupsi, antara lain kejujuran, kepedulian, kemandirian, keadilan, tanggung jawab, kerja sama, sederhana, keberanian dan kedisiplinan. Dengan permainan belajar sambil bermain, peserta didik diharapkan akan tumbuh menjadi pelajar dan pribadi yang berkarakter, berkeadaban, beraklaqul karimah, dan berintegritas.

“Permainan pendidikan anti korupsi adalah salah satu program KPK untuk disosialisasikan di bidang pendidikan. Tujuannya agar nilai-nilai ini apabila diajarkan kepada anak sejak dini, akan membawa dampak dan manfaat baik dari sisi wawasan dan pemikiran anti korupsi. Permainan ini isinya kasus dan solusi, anak memberi argumentasi,” kata Wali Kelas 3 B SD Muhammadiyah 1 Ketelan Surakarta, Dra Novi Saptina dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Rabu (3/1).

Ia menambahkan, permainan ini bisa dimainkan berdua atau berkelompok. Terdiri dari papan permainan, kartu putih berisi situasi, dan kartu merah berisi pertanyaan untuk hukuman. Pada papan permainan, terdiri dari dua bagian. Masing-masing bagian terdiri dari sembilan  kotak bergambar yang bertuliskan nilai-nilai anti korupsi tersebut.

“Belajar anti korupsi tidak hanya sekedar diajarkan dan dijelaskan di dalam kelas. Belajar karakter ini juga bisa aplikasikan dalam metode belajar sambil bermain,” ujar Novi.

Cara bermainnya, kedua pihak yang menjadi peserta didampingi oleh fasilitator yang bertugas memberikan pertanyaan dan menentukan benar-salahnya jawaban peserta. Setelah fasilitator menentukan siapa peserta yang memulai terlebih dahulu, maka ia harus mengambil satu kartu putih, lalu membacakan dengan seksama situasi yang dideskripsikan dalam kartu tersebut.

“Kemudian, ia harus menentukan situasi tersebut, masuk ke dalam kelompok nilai antikorupsi yang mana; kejujuran, kepedulian; kemandirian dan seterusnya, lalu meletakkan kartu tersebut ke nilai anti korupsi di atas papan,” tuturnya.

Sementara itu, Aisha Idelia Haeri, salah satu siswa kelas 3 B mengaku senang dengan pembelajaran ini.

“Saya tadi mendapat tugas memimpin teman-teman, untuk mengontrol jawaban dan respons dari teman-teman tentang permainan ini. Pemain lawan harus memberikan penilaian disertai alasan, apakah jawaban tersebut benar atau salah,” ujarnya.

Fasilitator akan memimpin diskusi tersebut dan memberikan keputusan. Bila jawaban tersebut salah, peserta harus mengambil kartu merah dan menjawab pertanyaan atau melaksanakan perintah yang tertera di dalamnya. Begitu seterusnya bergiliran.

“Peserta atau kelompok yang menang, adalah mereka yang paling banyak menempatkan kartu putih dan paling sedikit mengambil kartu merah,”  ungkapnya dengan penuh semangat.

Novi menyebutkan, para siswa sangat antusias selama mengikuti pembelajaran.  “Mereka aktif bermain, belajar, berdiskusi dan mempresentasikan hasil kerja kelompoknya masing-masing,” papar Novi Saptina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement