Kamis 23 Nov 2017 20:26 WIB

ITS Uji Mesin Cetak Braille Karya Anak Bangsa

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Yudha Manggala P Putra
Mahasiswa jurusan teknik mesin ITS, Rahmat Bambang Wahyuari (kanan) dan Mahasiswi teknik informatika ITS, Nida Amalia (kiri) memperlihatkan cara kerja Edu Braille saat jumpa pers di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (21/10).
Foto: Antara/Moch Asim
Mahasiswa jurusan teknik mesin ITS, Rahmat Bambang Wahyuari (kanan) dan Mahasiswi teknik informatika ITS, Nida Amalia (kiri) memperlihatkan cara kerja Edu Braille saat jumpa pers di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (21/10).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya melakukan uji coba mesin cetak huruf braille, yakni aksara yang digunakan para penyandang tunanetra untuk membaca. Uji coba dilakukan di sekolah luar biasa (SLB) Yayasan Pendidikan Anak Buta (YPAB) di Jalan Gebang Putih, Surabaya, Kamis (23/11).

Mesin yang dapat mencetak 1.200 halaman per jam ini dikembangkan oleh tim dosen dari Fakultas Teknologi Elektro (FTE) ITS, dengan tim inti yang beranggotakan tiga orang. Ketiganya adalah Tri Arief Sardjono, Tasripan, dan Hendra Kusuma.

Arif menjelaskan, Tim ITS ini sebenarnya telah menggarap riset mesin cetak braille ini sejak tahun 2012. "Mesin cetak braille ini merupakan pengembangan dari mesin cetak dari Norwegia yang telah dimiliki oleh sejumlah SLB di Indonesia yang kondisinya sudah tidak layak," ujar Arief.

Pria yang saat ini menjabat menjabat Dekan FTE ini mengaku, pada mulanya tim diminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk membantu memperbaiki mesin yang rusak. Sebelum akhirnya pada 2014, ITS berhasil membuat prototipe hasil pengembangan mesin cetak braille dari Norwegia tersebut, menjadi lebih baik lagi dalam beberapa fiturnya.

"Ini juga merupakan mesin cetak braille karya anak bangsa Indonesia yang pertama ada. Karena di Indonesia, sampai saat ini tidak ada perusahaan manufaktur mesin cetak Braille," kata Arief.

Kemudian, lanjut Arief, tahun 2015, ITS berhasil mendistribusikan tiga prototipe mesin ini ke SLB di Jayapura, Ambon, dan Pangkal Pinang. Adapun saat ini, kata Arief, ITS telah diamanahi oleh Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dalam Program Pengembangan Teknologi Industri (PPTI) dan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) Dikdasmen Kemdikbud untuk membuatkan masing-masing satu prototipe dengan bantuan dana Rp 390 juta per mesin.

Prototipe mesin cetak Braille karya tim kami ini telah mencapai TKT 7 (Tingkat Kesiapterapan Teknologi 7), sehingga sudah siap untuk hilirisasi ke industry," ujar mantan Ketua Jurusan Teknik Elektro ITS ini.

Arief meyakinkan, mesin mesin yang diproduksi bersama timnya tersebut sudah berskala industri dan siap untuk diproduksi secara massal. Melalui Corporate Social Responsibility (CSR), diharapkan Braille Embossers ini dapat diproduksi dan dipasarkan ke masyarakat.

Arief menjelaskan, mesin cetak braille karya ITS ini dirancang dengan komponen suku cadang 85 persen produk Indonesia. Sehingga harga diharapkan lebih terjangkau meski tidak untuk ukuran personal. Selain itu, mesin tersebut juha mudah dioperasikan dan dirawat serta kompatibel dengan sistem operasi komputer modern.

"Ke depan mesin tersebut akan dihibahkan ke SLB-SLB untuk mempermudah pembuatan soal-soal ujian, buku baca, sekaligus mendukung gerakan literasi. Mesin ini membutuhkan investor, mesin ini tidak akan dimiliki secara personal karena harganya yang relatif mahal jika untuk ukuran personal," ujar Arief.

Mesin cetak braille keluaran ke-4 ITS ini juga diakuinya sudah ditunggu-tunggu oleh SLB di Indonesia. Sedangkan mesin keluaran ke-5 akan rilis Desember mendatang. "Ada lima SLB yang sangat membutuhkan mesin ini, dan ada 50 SLB senter yang harus melayani lebih dari 1.000 SLB sekitarnya," kata dosen kelahiran Surabaya itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement