Ahad 19 Nov 2017 06:33 WIB

Sejarah Teknologi Sunat tanpa Jarum Suntik

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Anak-anak mengikuti sunatan masal di Pesantren Ar-Riyadh, Bogor, Jawa Barat Jumat (23/10).   (Republika/Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Anak-anak mengikuti sunatan masal di Pesantren Ar-Riyadh, Bogor, Jawa Barat Jumat (23/10). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Rumah Sunatan, Dr Mahdian Nur Nasution, SpBS mengatakan rumah sunatan, sebagai salah satu jaringan klinik sunat di Indonesia mencoba memanfaatkan teknologi mutakhir untuk tujuan anastesi sirkumsisi. Ia berharap dengan menghilangkan penggunaan jarum suntik, yang dikombinasikan dengan teknologi sirkumsisi modern (Mahdian Kiem) anak-anak menjadi lebih nyaman, bebas nyeri ketika di sunat.

Teknologi needle-free injection atau injeksi tanpa jarum suntik pertama kali ditemukan oleh seorang dokter anastesiologi Amerika Serikat bernama Robert A Hingson tahun 1970. Namun karena teknologinya yang masih belum sempurna, teknologi ini malah menyebabkan outbreak hepatitis B. Hingga akhirnya badan Kesehatan Dunia (WHO) menghentikan untuk sementara penggunaan alat ini sampai uji keamanan alat diterbitkan.

Modifikasi alat dilakukan termasuk memodifikasi injektor untuk meningkatkan keamanan. Perusahaan alat kesehatan berlomba untuk dapat menciptakan alat yang terbaik hingga akhirnya Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) untuk pertama kali tahun 2014 menyetujui sistim injeksi tanpa jarum ini, untuk tujuan vaksinasi.

Belakangan teknologi needle-free injection terus berkembang dan banyak digunakan para praktisi kesehatan termasuk dokter gigi, dokter umum, dokter andrologi, dokter anak dan dokter kulit. Termasuk untuk tujuan anastesi, menyuntikan obat-obatan tertentu seperti insulin, vitamin, vaksin dan botulinumtoxin.

Teknologi suntikan tanpa jarum, memanfaatkan energi pendorong yang kuat dari pegas, gas, atau elektromagnetik dengan tujuan mengantarkan preparat obat berbentuk cair menembus kulit. Berdasarkan energi yang dihasilkan pendorong, obat dapat dihantarkan hingga otot (intramuskular), subkutan dan kulit (intradermal), sesuai keinginan dokter.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement