Rabu 18 Oct 2017 00:25 WIB

4 Hambatan Reforma Agraria

Kubjungan kerja DPD RI ke Sulawesi Utara membahas mengenai reforma agraria, Selasa (17/10).
Foto: Dpd
Kubjungan kerja DPD RI ke Sulawesi Utara membahas mengenai reforma agraria, Selasa (17/10).

REPUBLIKA.CO.ID,MANADO -- Komite I DPD RI menilai saat ini skema reforma agraria yang didorong pemerintah melalui legislasi dan redistribusi lahan seluas 9 juta hektar serta pelaksanaan program perhutanan sosial seluas 12,7 hektar masih jauh dari harapan. Komite I DPD RI melakukan kunjungan kerja ke Sulawesi Utara untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan reforma agraria untuk menyusun pertimbangan agar reforma agraria dapat berjalan sesuai kepentingan masyarakat.

Wakil Ketua Komite I Benny Rhamdani menilai belum sesuainya pelaksanaan reforma agraria terhadap target yang ditentukan disebabkan karena pemerintah tidak mampu mengidentifikasi secara jelas penghambat implementasi kebijakan reforma agraria. Untuk menyukseskan reforma agraria, dibutuhkan kemitraan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat sejak awal perencanaan.

“Jangan terjadi penyimpangan pada legalisasi aset dan redistribusi lahan. Itu justru semakin memberikan keleluasaan dan kesempatan lebih besar kepada korporasi, kelompok pemilik modal, kaum kapitalis, dan akhirnya rakyat terpinggirkan,” ucapnya saat kunjungan kerja Komite I DPD RI dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan reforma agraria di Aula BPN Provinsi Sulawesi Utara Selasa (17/10).

Benny Rhamdani menjelaskan capaian hasil reforma agraria yang dijalankan pemerintah masih tidak sesuai dengan jumlah yang ditargetkan. Per akhir Agustus 2017 lalu, legalisasi aset mencapai 2.889.993 bidang, yaitu 508.391,11 Ha yang terdiri dari 1.327.028 KK. Kemudian redistribusi lahan mencapai 245.097 bidang atau seluas 187.036 Ha yang diterima oleh 179.142 KK. 

“Dari gambaran singkat pencapaian target tersebut, kami di DPD RI melihat bahwa pemerintah masih belum menemukan formula yang pas untuk memenuhi janji reforma agraria sesuai Nawa Cita,” kata dia.

Atas permasalahan tersebut, DPD RI mencatat beberapa permasalahan yang menjadi kendala dalam pelaksanaan reforma agraria. Kendala pertama adalah sulitnya keterukuran antara rencana dan implementasi. Proses penetapan obyek-obyek tanah yang prematur mengindikasikan bahwa perencanaan tidaklah matang. 

Kendala kedua adalah data pertanahan. Ini menyangkut validitas data dan data di Indonesia yang belum terintegrasi, terutama data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Pertanian dan Kementerian Kehutanan. Ketiga adalah tidak diimbanginya political capacity di jajaran menteri dan birokrasi atas political will kabinet kerja Jokowi-JK terhadap reforma agraria.

Keempat, belum populernya isu reforma agraria di institusi pendidikan tinggi menyebabkan minimnya kajian ilmiah maupun ahli-ahli reforma agraria di Indonesia. 

Dalam kesempatan yang sama, Senator dari Sulawesi Tenggara, Yusran A. Silondae meminta agar Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan instansi terkait lainnya memberikan perhatian yang lebih besar terkait masalah pertanahan dalam rangka menyukseskan reforma agraria. “Jika tidak masalah ini akan mengarah pada gangguan kamtibnas. Masukan dari Sulawesi Utara ini akan kita bawa ke tingkat nasional untuk ditindaklanjuti,” ucapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement