Ganti Rugi Jamaah First Travel Jangan Dibebankan ke Negara

Jumat , 13 Oct 2017, 17:27 WIB
Anggota Komisi VIII DPR RI Endang Maria Astuti.
Foto: dpr
Anggota Komisi VIII DPR RI Endang Maria Astuti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VIII DPR RI Endang Maria Astuti menuturkan pemilik biro perjalan umroh First Travel tetap harus bertanggung jawab mengganti kerugian jamaah korban umroh yang tidak jadi diberangkatkan. Ganti rugi uang jamaah sebaiknya tidak dibebankan kepada pemerintah lagi, karena akan menguntungkan pemilik biro perjalanan yang bermasalah.

 

Endang menyatakan, masyarakat yang dirugikan dengan First Travel harus cerdas menuntut. Sebaiknya yang dikejar adalah pemilik First Travel, agar tidak lari dari tanggung jawab. Seperti diketahui, saat beraudensi dengan Komisi VIII, jamaah korban First Travel menuntut pemerintah menalangi kerugian yang diderita para jamaah.

Sistem talangan ganti rugi yang diinginkan jamaah adalah seperti pada kasus lumpur Lapindo. Masyarakat mendapat talangan ganti rugi dari pemerintah. Lalu, pemerintah menyita aset perusahaan yang telah merugikan masyarakat. Mengambil uang ganti rugi dari kas negara sebetulnya sama saja dengan mengambil uang rakyat sendiri.

 

“Korban belum mengerti alur hukum, yang penting bagi mereka bagaimana mendapatkan ganti rugi secepatnya. Mereka menuntut tanpa mempertimbangkan bahwa tuntutan itu seharunya ke biro travel. Ketika izin dicabut oleh Kemenag, justru kita khawatir perlindungan hak-hak korban dari biro-biro travel ini tidak ada. Ketika tuntutan kerugian jamaah diganti oleh negara seperti Lapindo justru jadi preseden buruk. Tuntutan selalu ke pemerintah, karena nanti yang diuntungkan adalah biro travel,” kata politisi Golkar tersebut, di sela-sela rapat dengan Otoritas Jasa Keungan (OJK) di DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/10).

Ia berharap, dalam kasus First Travel tidak ada pihak yang saling melempar tanggung jawab. Apapun keputusannya nanti harus segera di-follow up. Dengan begitu para korban bisa mendapat solusi cepat dari pemerintah dan DPR.