DPR Panggil Menteri LHK Terkait Permen Perhutanan Sosial

Selasa , 10 Oct 2017, 15:42 WIB
Wakil Ketua Komisi VI RI Mohamad Hekal.
Foto: DPR RI
Wakil Ketua Komisi VI RI Mohamad Hekal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dalam waktu dekat akan memanggil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar, untuk meminta penjelasan mengenai diterbitkannya Peraturan Menteri (Permen) P.39/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan  Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani.

 

Wakil Ketua Komisi VI Mohamad Hekal mengatakan telah berkoordinasi dengan Pimpinan Komisi IV mitra Kementerian LHK terkait rencana pemanggilan ini. Kemungkinan akan diadakannnya Rapat Gabungan antara Komisi VI dan Komisi IV, agar permasalahan ini menjadi jelas dan menemukan penyelesaian yang tidak menimbulkan kekhawatiran semua pihak.

 

“Saya sudah berbicara dengan Ketua Komisi IV yang bermitra dengan Kementerian Lingkungah Hidup dan Kehutanan terkait masalah ini. Komisi VI bermitra dengan Perum Perhutani yang menjadi korban karena lahannya diambil. Dan mereka mempersilahkan untuk memanggil Menteri LHK atau mengadakan Rapat Gabungan. Kalau mau lengkap adalah rapat gabungan, karena yang lebih tahu mengenai kebijakan kehutanan adalah Komisi IV,” katanya, usai mendengarkan masukan dari Perhimpunan Pensiunan Perum Perhutani, di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (9/10).

 

Hekal menjelaskan, Perhutani menguasai lahan 2,4 juta hektare, yang tahap pertama untuk di bagi-bagi mendekati 500 ribu hektare dan rencananya akan ditambah minimal 1,2 juta hektare. Berarti ini masih tahap awal kalau itu sudah mengambil separuh lahan perhutani akan menyulitkan Perhutani dalam menyiapkan rencana kegiatannya.

 

Hal ini menurutnya akan menambah masalah yang ada dalam Perhutani, seharusnya yang Pemerintah lakukan adalah memperkuat Perhutani untuk bisa mendapat pembiayaan dan membina masyarakat yang sudah ada.

 

“Kalau kemitraan dengan masyarakat itu sebenarnya sudah berlangsung, kenapa tidak itu saja yang diperkuat. apalalagi memunculkan hal-hal baru seperti izin yang boleh diwariskan. Berarti ini sangat melemahkan posisi pemerintah,” ujarnya.

 

Di lain sisi, politisi Partai Gerinda ini menekankan keharusan Pemerintah mengelola dalam menjaga dan melestarikan hutan. “Seharusnya pemerintah bertanggungjawab atas hutan ini, mestinya diberikan kepada orang yang dapat mengelola hutan,” tandasnya.

 

Di Jawa ini hutan tinggal 14 persen, padahal minimal disetiap daerah ini minimal 30 persen, menurut informasi yang akan dibagikan sekitar dua hektare per orang, mereka diwajibkan menamam tanaman hutan dan satu hektare untuk kepentingan agrikultur yang bisa menghasilkan.

 

“Saya agak sangsi bagaimana mereka mau diawasi untuk menanam ini, kalau 500 ribu hektare dibagi dua hektare per orang, ada 250 ribu izin. Berapa pegawai Perhutani ditambah dinas-dinas kehutanan yang bisa mengawasi kalau mereka benar-benar menanam,” tambahnya.

 

Komisi VI akan menggelar rapat internal guna mendapatkan penjelasan yang lebih komprehensif dari Menteri LHK. “Kita akan putuskan dalam rapat internal berikutnya untuk kita usulkan, apalagi  judicial review juga sedang berlangsung di Mahkamah Agung dan akan diputuskan dalam satu sampai dua minggu ini,” ujarnya.