DPR Dorong Parlemen Asia Selesaikan Krisis Rohingya

Selasa , 03 Oct 2017, 20:09 WIB
Asian Parliamentary Assembly (APA).
Foto: DPR RI
Asian Parliamentary Assembly (APA).

REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Delegasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) berpartisipasi dalam sidang Executive Council pertama Perkumpulan Parlemen Asia (Asian Parliamentary Assembly/APA), di Phnom Penh, Kamboja, 2-3 Oktober 2017. Salah satu yang dibahas dalam sidang tersebut yaitu masalah yang menimpa etnis Rohingya.

Ketua Delegasi DPR RI, Rofi Munawar menjelaskan, sidang tersebut membahas 24 draf resolusi yang menyoroti berbagai isu-isu yang menjadi perhatian bersama anggota APA. Menurutnya, pertemuan APA di Kamboja sangat strategis terutama untuk menyampaikan posisi Indonesia terhadap isu-isu yang tengah terjadi di Asia seperti isu Rohingnya.

"Delegasi Indonesia hadir di sini untuk menegaskan posisi Indonesia terhadap banyak isu termasuk masalah krisis kemanusiaan di wilayah Rakhine," ujar Rofi Munawar dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Selasa (3/10).

Rofi mengakui isu Rohingya sangat sensitif. Meskipun demikian, Indonesia bersama Delegasi Turki dan Iran mendukung penuh pembahasan draf resolusi terkait Rohingya. Indonesia sendiri, kata Rofi, memberikan poin-poin strategis terhadap resolusi tersebut.

Delegasi Indonesia mendorong agar draf resolusi terkait Rohingya memandatkan Formula 4+1. "Kita berharap formula tersebut dapat menjadi konsensus Parlemen Asia untuk menyelesaikan krisis kemanusiaan di Rakhine tersebut," ujar Rofi.

Lebih jauh, anggota Komisi VII DPR RI tersebut menjelaskan Indonesia juga menekankan agar solusi krisis Rohingya bersifat fundamental dan komprehensif. Menurutnya yang menjadi fokus tidak hanya kedaruratan bantuan kemanusiaan, namun jangan melupakan akar masalahnya yakni meminta Pemerintah Myanmar segera mengakui Rohingya sebagai warga negara Myanmar secara konstitusional.

Untuk diketahui Formula 4+ 1 adalah proposal yang diajukan Indonesia yaitu, pertama, mengembalikan stabilitas dan keamanan. Kedua, menahan diri secara maksimal dan tidak menggunakan kekerasan. Ketiga, perlindungan kepada semua orang yang berada di Rakhine State, tanpa memandang suku dan agama.

Keempat, pentingnya segera dibuka akses untuk bantuan kemanusiaan. Sedangkan satu elemen lainnya adalah pentingnya agar rekomendasi Laporan Komisi Penasehat untuk Rakhine State yang dipimpin oleh Kofi Annan dapat segera diimplementasikan.