Sabtu 30 Sep 2017 14:28 WIB

Kisah Wisudawan Tertua UB yang tak Surut Menimba Ilmu

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Dwi Murdaningsih
Professor Mohammad Istiadjid Edi Santoso.
Foto: ist
Professor Mohammad Istiadjid Edi Santoso.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Tak ada yang bisa membatasi orang dalam menimba ilmu sepanjang individu terkait memiliki keinginan kuat. Hal itulah yang dirasakan Professor Mohammad Istiadjid Edi Santoso yang baru saja menjadi wisudawan tertua di antara mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) lainnya.

Meski sudah berusia 71 tahun, semangat Istiadjid dalam belajar bisa diadu dengan mahasiswa UB yang diwisuda pada Sabtu (30/9). Hal ini terbukti dari banyaknya gelar yang dia peroleh. Terhitung ada sembilan gelar yang dia sandang di bidang ilmu kedokteran dan ilmu hukum.

 

Istiadjid menerangkan, mendapat banyak gelar bukanlah tujuan utama dalam hidupnya. Tujuan utamanya, hanya untuk belajar demi mendapatkan ilmu dan wawasan yang selama ini diminatinya.

 

Menurut dia, belajar itu menyenangkan dan tidak ada yang sulit asalkan bisa dijalani dengn ikhlas dan disiplin. Hobi belajar ternyata sudah dimilikinya sejak duduk di bangku sekolah rakyat atau Sekolah Dasar. "Meskipun waktu kecil saya nakal sekali suka nyuri tebu dan main di sungai tapi saya selalu berprestasi di sekolah karena saya tidak pernah meninggalkan waktu belajar," kata dia.

 

Ketekunannya dalam belajar ternyata membuahkan hasil, ketika dia duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dia meraih predikat pertama siswa terbaik tingkat kabupaten. Selepas dari SMA dia ternyata diterima di perguruan tinggi ternama, antara lain Teknik Elektro ITB, FT ITS, FK UGM, dan FK Undip. Di antara banyak tawaran dia akhirnya menjatuhkan pilihan di FK UGM karena menurut dia lokasinya paling dekat dengan rumah di Klaten.

 

Selesai menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran (FK) UGM pada 1971, kakek yang sudah mempunyai tiga cucu tersebut mengambil spesialisasi ilmu penyakit saraf atau neurologi. Pada 1984 hingga 1987 mengambil sesialisasi ilmu bedah saraf.Tidak puas sampai disitu pada 2004, Istiadjid lulus dari doktor FK Unair pasca sarjana dan dua tahun kemudian meraih gelar Guru besar dari UB dengan bidang bedah saraf.

 

Pada saat pensiun di usia 70 tahun, dia masih sempat memberdayakannya untuk mengajar bidang filsafat (bioetika) dan ilmu hukum kedokteran atau kesehatan. "Di sela sela kesibukkan saya mengajar saya menyempatkan untuk mengambil kuliah lagi di bidang magister ilmu hukum Unmer pada tahun 2008 dan mengambil gelar sarjana ilmu hukim dari Universitas Wisnu Wardhana pada tahun 2013. Saat itu kedua universitas tersebutlah yang mempunyai program ekstension," katanya.

 

Lintas jurusan yang dia ambil bukanlah tanpa alasan. Istiadjid mengatakan bahwa standar kompetensi seorang dokter ada tujuh area di antaranya etika moral medikolegal atau hukum kesehatan profesionalisme dan keselamatan pasien atau patient safety. Oleh karena itu, dia mengambil bidang hukum dengan disertasi mengenai pertanggungjawaban perdata malpraktik dokter.

 

Saat ini dia ingin ada anak-anaknya yang bisa mewarisi semangatnya dalam belajar. Dia berharap anak laki-lakinya yang nomer dua bisa melanjutkan kuliah hingga program doktor. "Saya juga masih ingin belajar dan kuliah lagi. Jika fisik dan pikiran saya masih mendukung saya ingin kuliah filsafat. Bioetika itu cabang dari ilmu filsafat," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement