Ahad 10 Sep 2017 16:09 WIB

Sastra dan Budaya Penting dalam Pengembangan BIPA

Seminar Kajian Bahasa, Sastra dan Pengajarannya (KABASTRA).
Foto: Dokumen
Seminar Kajian Bahasa, Sastra dan Pengajarannya (KABASTRA).

REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG  --  Program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) terus dikembangkan dan menjadi perhatian serius kalangan civitas akademika. Terkait hal tersebut, digelar Seminar Nasional Kajian Bahasa, Sastra dan Pengajarannya (KABASTRA) yang berlangsung di auditorium Universitas Tidar, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (9/9).

Hadir sebagai pembicara antara lain Guru Besar Budaya dan Sastra Universitas Negeri Yogyakarta sekaligus Penasehat Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI), Prof  Suminto A Sayuti, Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah, Dr Tirto Suwondo, dan dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Untidar, Dr Yulia Esti Katrini.

Pada kesempatan itu, Prof Suminto memaparkan pentingnya sastra dan budaya dalam pengembangan program BIPA.  “Fokus perhatian bukan pada pengembangan materi ajar sastra dan budaya yang siap pakai di dalam kelas pembelajaran, tetapi diposisikan sebagai materi dalam konteks pembelajaran (perolehan) bahasa secara umum,” ujarnya.

Dijelaskan, BIPA adalah program pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia (berbicara, menulis, membaca, dan mendengarkan) bagi penutur asing. Penyuntikan sastra dan budaya dalam program ini diharapkan membantu para pelajar asing secara realistik memahami teks-teks sastra Indonesia dalam kelas pembelajaran.

“Sepotong fragmen novel atau cerpen bisa saja mampu menghanyutkan pelajar asing yang membacanya dibandingkan dengan ‘cerita semu’ yang didapatkan dalam buku-buku kursus BIPA,” kata dia, dalam siaran pers.

Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Bahasa UNTIDAR, Dr. Farikah, menuturkan pada tahun kedua pelaksanaan KABASTRA ini diharapkan dapat menjadi ajang sharing bagi dosen, pemerhati bahasa, serta guru mengenai perkembangan bahasa dan segala permasalahnya kemudian mencari solusi bersama.

Ia menuturkan peserta sidang paralel sejumlah 44 makalah yang berasal dari dosen dan mahasiswa perguruan tinggi, pemerhati bahasa, serta guru bahasa.

“Peserta terjauh dari Universitas Khairun Ternate dan Universitas Mulawarman Kalimantan, serta kita mendapat kesempatan untuk menghadirkan Dr Gde Artawan, dosen sekaligus sastrawan dari Universitas Pendidikan Ganesha, Bali,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement