Selasa 29 Aug 2017 19:14 WIB

UIN Suka Ikuti Sosialisasi Perppu Nomor 2 Tahun 2017

Rep: Eric Iskandarsjah/ Red: Fernan Rahadi
UIN Sunan Kalijaga
Foto: Dokumen
UIN Sunan Kalijaga

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat yang memberi batasan kepada ormas  agar aktifitasnya senantiasa menjaga NKRI sesuai dasar negara yaitu Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika.

Oleh karena itu, untuk memberikan pemahaman dan internalisasi nilai-nilai kebangsaan yang tertuang dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dalam hal ini Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik melaksanakan kegiatan sosialisasi melalui Forum Diskusi Publik, Dialog Interaktif TV dan Pertunjukan Rakyat bertema “Merawat NKRI melalui Ormas di Bumi Pertiwi”.

Saat hadir dalam Pertunjukan Rakyat di Pondok Pesantren Pabelan Muntilan Jumat (25/8) kemarin, Staf Ahli Menkopolhukam, Sri Yunanto menjelaskan dalam undang-undang dasar 1945, bahwa negara menjamin hak asasi manusia untuk berserikat dan tidak membatasi untuk mendirikan ormas. Ormas yang dimaksud adalah kegiatan masyarakat yang mendukung pembangunan dan menuju Indonesia jaya.

Sri Yunanto menambahkan dalam Perpu nomor 2 tahun 2017 sendiri menerangkan pemerintah melarang ormas untuk melaksanakan aktifitas kekerasan. Selain itu dilarang juga mengembangkan paham sparatis di masyarakat, melanggar hukum yang ditetapkan oleh pemerintah serta tidak diperbolehkan menyebar ideologi yang tidak sejalan dasar negara.

Sementara Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan UIN Sunan Kalijaga, Sahiron menerangkan konsep Bhineka Tunggal Ika sudah ada pada kehidupan masyarakat Islam di Madinah pada zaman nabi Muhammad SAW yang terdiri berbagai suku dan agama. Pada masa itu sangat menjunjung tinggi perbedaan dan pluralitas. Dan yang menarik Nabi mencoba menyatukan semua kalangan menjadi satu kebinekaan dalam Piagam Madinah. 

“Pada masa itu komunitas yang ada harus bersaudara untuk membangun kota Madinah” kata Sahiron dalam keterangan pers kepada Republika pada Selasa (29/8).

Kemudian Sahiron menjelaskan pada zaman kemerdekaan peristiwa tersebut menjadi pelajaran bagi tokoh agama, suku dan kemerdekaan berkumpul untuk menyusun Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. ”Jadi Pancasila sudah ada sunnahnya yaitu Piagam Madinah, yang menyatukan bangsa ini,” ucap Sahiron yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Ilmu Alquran dan Tafsir Se-Indonesia (AIAT).

“Tanpa Pancasila maka tidak ada lagi NKRI. Karena jika diterapkan dasar negara selain itu akan terjadi primodialisme kesukuan atau keagamaan. Bangsa ini akan terpecah menjadi komunitas-komunitas kecil baik berdasarkan agama atau suku. Jadi jika ada ormas yang akan mendirikan negara khilafah berarti berencana memecah belah negara ini, dan pemerintah harus tegas dalam masalah ini,” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa langkah pemerintah sudah tepat untuk menerbitkan Perppu nomer 2 tahun 2017  sebagai pengganti Undang-Undang (UU) Nomor: 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, karena untuk menentukan proses hukum dan sanksi yang efektif bagi ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement