Jumat 25 Aug 2017 16:22 WIB

Perbaiki Mutu Pendidikan, Aptisi Beri Masukan ke Presiden

Pengurus Aptisi berfoto bersama Presiden Jokowi (keempat dari kanan).
Foto: Dok Aptisi
Pengurus Aptisi berfoto bersama Presiden Jokowi (keempat dari kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengurus Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) diterima oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/8) siang.  Dalam diskusi tersebut Presiden didampingi oleh Mensesneg Pratikno dan Menristekdikti M Nasir.

Adapun rombongan Aptisi terdiri dari Ketua Umum  M Budi Djatmiko, Dewan Penasehat Marzuki Alie, Dewan Pertimbangan Suharyadi, Wakil Ketua Umum Margianti, Wakil Ketua Bidang Akreditasi Eddy Yusuf,  dan Wakil Sekretaris Jenderal Zaharuddin.

Juga hadir  Sekjen Himpunan Perguruan Tinggi Kesehatan Indonesia (HPT)  Kes Indo Gunarmi,  Ketua Forum Rektor Indonesia  (FRI) Suyatno bersama tim, Ketua Umum Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) Herry Suhardiyanto bersama tim, Rektor ITB, Rektor UNS, Rektor Unhas dan lain-lain.

Sebelumnya, pada  Selasa (22/8), jam 11.30 Mensesneg Praktikno menghubungi Ketum Aptisi  M Budi Djatmiko yang  saat itu  sedang memberikan pembekalan HPT Kes Indo di Surabaya. Pratikno mengatakan,  Presiden Jokowi berkenan mengundang Ketua Umum Aptisi untuk berbicara tentang radikalisme di Indonesia dan kampus, dan masalah perguruan tinggi (PT). Kemudian disepakati waktunya, Rabu (23/8) pukul 14.30.

Siaran pers Aptisi  yang diterima Republika.co.id, Kamis (24/8) menyebutkan, pada diskusi tersebut, Presiden Jokowi menyampaikan enam hal. Pertama, presiden  menghimbau kepada pimpinan perguruan tinggi  untuk mewaspadai adanya radikaliseme dalam  kampus dan mengantisipasi gejalanya.

Kedua,  presiden berkeinginan semua perizinan di Indonesia dilaksanakan dengan sangat cepat dan akurat. Termasuk di dalamnya izin perguruan tinggi dan prodi, jika perlu dalam  hitungan jam.

Ketiga,  presiden berkeinginan melakukan perubahan paradigma berpikirdi perguruan tinggi. “Mosok  dari dulu sampai sekarang fakultas/prodi hanya itu-itu saja,  misalnya fakultas ekonomi, hukum dan lain-lain. Kenapa tidak dibuat fakultas atau prodi yang mengikuti tren dan kebutuhan masyarakat misal dibuat fakultas atau  prodi biotek, e-commerce, e-retail dan lain-lain,” kata presiden.

Keempat, presiden miminta menristekdikti mempersiapkan perubahan paradigma tersebut. Juga,  mempercepat perizinan prodi dan pendirian PT khususnya yang berbasis vokasi dan STEM.

Kelima, presiden prihatin dengan kekurangan tenaga pengajar/dosen. Keenam, presiden menggambarkan kondisi dan perubahan beberapa negara yang patut diperhatikan dari berbagai masalah untuk dijadikan pelajaran berharga.

Berkenaan hal-hal di atas yang disampaikan Presiden Jokowi, Ketum Aptisi  Budi Djatmiko memberikan berbagai  masukan. Aptisi, kata Budi,  bersedia untuk menghilangkan radikalisme, tetapi jangan sampai mendeskriditkan agama tertentu, dan menjatuhkan martabat pimpinan agama.

 

“Sebab, riset membuktikan yang ucapanya dapat dipercaya  oleh masyarakat adalah dosen/guru, lalu ulama, kemudian mahasiswa.  Sedangkan politikus dan pejabat tidak dipercaya masyarakat karena banyak oknum koruptor yang prilakunya tidak mencerminkan antara perbuatan dan perkataan,” kata Budi.

Budi menambahkan,, Aptisi prihatin  karena  kecepatan berpikir presiden dalam menghadapi perubahan  tidak diikuti oleh jajaran kementrian dan eselon 1 dan 2-nya. “Mereka seringkali  sangat lambat dan kurang adaptif dengan perubahan yang diharapkan presiden,” kata Budi.

Secara khusus, Budi menyebutkan  hubungan Aptisi dengan menristekdikti saat ini  sangat baik, dibandingkan dengan menteri-menteri  sebelumnya. Tetapi  banyak permasalahan PT khususnya Perguruan Tinggi Swasta (PTS)  yang tidak bisa diselesaikan dengan  cepat. Hal itu karena  terbentur dengan  UU dan Permen, serta kecepatan penyelesaiannya.

“Mungkin akibat banyaknya PR masa lalu di Kemenristekdikti atau kurang memperhatikan slogan presiden  ‘Kerja, Kerja, Kerja’  yang masih diselesaikan secara manual, padahal sudah zaman digital,” tutur Budi.

Untuk itu, Aptisi  meminta kepada Presiden, agar Peraturan di Kemenristekdikti banyak yang harus diperbaiki untuk bisa mengikuti perkembangan zaman. “Sehingga, tidak menghambat perkembangan arus perubahan,” ujarnya.

Ketum Aptisi juga menyoroti kinerja eselon 1 dan 2 termasuk Kopertis yang banyak tidak memahami kondisi PTS. Padahal  yang dilayani 97 persen PT  di Indonesia itu adalah PTS. “Ke depan,  pilihlah pejabat yang bisa memahami PTS misal dari PNS DPK,” tuturnya.

Ketum APTISI juga menyoroti pentingnya kemenristekdikti memberikan kesempatan kepada eselon 4 dan 3 untuk menempuh karir hingga menjadi direktur dan dirjen jika perlu. Hal itu  dalam rangka mempercepat pelayanan seperti yang diharapkan presiden.

 

Juga diberikan kesempatan untuk kuliah ke jenjang lebih tinggi. “Dan ingat,  pejabat di Kemenristekdikti itu adalah pelayan masyarakat maka pejabat bukan untuk minta dilayani,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua FRI Suyatno juga menyampaikan hasil program kerja dan siap memberikan pembekalan kepada mahasiswa baru dan lama untuk menghilangkan radikalisme di kampus. Sementara itu Majelis rektor PTN juga melaporkan hasil program kerja dan sepakat menghapus radikalisme di kampus.

Dewan Penasehat Aptisi Marzuki Alie  meminta jangan ada potongan APBN  untuk riset dan beasiswa bagi dosen. Sekjen HPT Kes Gunarmi meminta penyelesaian secepatnya retaker, ujiko dan D4 dan profesi kebidanan.

Saat penutupan,  presiden mengatakan senang dengan usulan ketua umum Aptisi. Ia pun mengatakan  ingin mendapatkan kritik daripada bicara yang baik-baik  saja. Ia  pun meminta kemenristekdikti untuk  segera memperbaiki dan memperhatikan usulan Aptisi.

Pada saat berpamitan,  ketua umum Aptisi mengundang Presiden Jokowi  untuk membuka dan memberikan pembekalan dalam acara Rembuk Nasional Pendidikan  Tinggi yang akan dihadiri 1.000 pimpinan PTS dan Yayasan pada  28-29 November di Jakarta. “Bapak Presiden bersedia untuk hadir sambil menunjuk ke mensesneg untuk mencatat usulan Aptisi tersebut,” kata Budi Djatmiko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement