Pamerintah Pusat Diminta Ikut Sukseskan Sail Sabang

Rabu , 02 Aug 2017, 13:10 WIB
Sejumlah pelajar mengikuti pendidikan singkat tentang peristiwa gempa dan tsunami usai menggelar simulasi pengurangan resiko bencana di Gedung Museum tsunami, Banda Aceh, Aceh, Kamis (17/12).
Foto: Antara//Ampelsa
Sejumlah pelajar mengikuti pendidikan singkat tentang peristiwa gempa dan tsunami usai menggelar simulasi pengurangan resiko bencana di Gedung Museum tsunami, Banda Aceh, Aceh, Kamis (17/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI melakukan Kunjungan Kerja ke Provinsi Aceh bersama mitra. Salah satu agenda kerja yang dilakukan adalah meninjau pelaksanaan Festival Sail Sabang yang akan berlangsung pada 28 November hingga 3 Desember 2017 mendatang. Sayangnya menurut Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri festival berlokasi di Sabang, Aceh, itu minim persiapan.

"Sehari sebelumnya, ada juga ada agenda besar, yaitu Islamic Cruise. Pemerintah pusat harus ikut campur tangan agar sukses," kata Abdul Fikri, dalam siaran persnya, Rabu (2/8).

Tema Sail Sabang kali ini adalah Sabang Menuju Gerbang Destinasi Wisata Bahari Dunia. Tema itu diambil agar diikuti banyak event yang bertujuan untuk pengembangan kepariwisataan, seperti flying pass, diving, dan sailing pass. Bahkan, saat pembukaan, tarian kolosal Laksamana Malahayati akan dihadirkan, bersamaan dengan parade kapal laut yang berlayar dari Spanyol yang berakhir di Pantai Aceh.

"Acara ini juga akan digelar juga sejumlah kegiatan pendukung, seperti Jambore IPTEK, Sabang Underwater Contest, Sales Mission Cruise Operator and Yatch, hingga bakti sosial bersih pantai," kata dia.

Selain itu, Komisi X DPR RI juga mengunjungi Museum Tsunami Aceh. Rombongan langsung disambut oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Reza Fahlevi dan Koordinator Museum Tsunami Aceh Almuniza Kamal. Abdul Fikri menjelaskan bahwa Aceh pernah mengalami musibah tsunami terbesar di dunia.

Sehingga, mestinya beberapa sektor kementerian/lembaga yang membidangi hal ini, fokus untuk menjadikan Aceh sebagai pusat riset manajemen bencana," harap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Di sisi lain, Indonesia dan beberapa negara yang rawan bencana, selama ini mengikuti pola kerja Sendai Framework dari PBB (dalam mitigasi bencana. Padahal, lanjut Fikri, ternyata bahan kajiannya dari Aceh. Bahkan setiap tahun ada peneliti dari Sendai melakukan penelitian di Aceh. Oleh karena itu Fikri berharap ke depan, Indonesia harusnya menjadi pusat riset manajemen bencana dunia.

"Jadi, kita tidak merujuk ke asing, tapi asing lah yang merujuk ke kita," kata Abdul Fikri.