Senin 31 Jul 2017 17:08 WIB

Ini Alasan Unnes Polisikan Mahasiswanya karena Media Sosial

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi Media Sosial
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ilustrasi Media Sosial

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Universitas Negeri Semarang (Unnes) melaporkan dua mahasiswanya, Julio Berlanda Harianja dan Harist Achmad Mizaki, atas dugaan pelanggaran UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE ke Polrestabes Semarang. Unnes menduga kedua mahasiswa itu melakukan pencemaran nama baik universitas dan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir. 

Kepala UPT Pusat Humas Unnes Hendi Pratama mengonfirmasi laporan dugaan pencemaran nama baik yang didasarkan pada unggahan di media sosial Facebook dan Instagram pada 7 Mei 2017. "Unnes melaporkan kejadian tersebut dua hari berikutnya yakni 9 Mei 2017," kata dia melalui siaran pers yang diterima Republika, Senin (31/7). 

Hendi menegaskan, ada dua alasan yang melatarbelakangi laporan terhadap Julio dan Harist kepada polisi. Keduanya telah mengunggah sebuah piagam penghargaan ke media sosial. 

Pada piagam itu tertulis: Piagam Penghargaan Dianugerahkan kepada Mohamad Nasir (Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi) ATAS CAPAIAN telah mencederai semangat asas ketunggalan UKT di perguruan tinggi. Piagam itu ditandatangani oleh Presiden BEM KM Unnes.

Menurut Hendi, tindakan ini telah mencemarkan nama baik Unnes dan Menristekdikti. Sebab, piagam tersebut berjudul piagam penghargaan namun keterangan fotonya justru berisi hinaan yang dialamatkan kepada menristekdikti.

Kedua, piagam penghargaan tersebut mengatasnamakan Unnes. Padahal, manajemen Unnes tidak menyetujui piagam tersebut. "Ini bukan bentuk kriminalisasi. Dugaan tersebut sudah disertai dengan bukti yang kuat," kata Hendi. 

Hendi mengatakan Unnes tidak melakukan kriminalisasi terhadap dua mahasiswanya. Sebelum menempuh langkah hukum, Unnes telah berupaya melakukan pembinaan kepada kedua mahasiswa tersebut. "Terlapor menolak untuk memperbaiki kesalahannya," kata dia. 

Ia mengatakan, institusinya sangat mengutamakan pendidikan tinggi yang menghasilkan mahasiswa yang berprestasi dan berkarakter. Karakter ini sangat penting karena Unnes memiliki akar yang kuat sebagai sebuah universitas pendidikan keguruan.

Lembaga Bantuan Hukum(LBH) Semarang tetap menuding Unnes telah melakukan kriminalisasi terhadapmahasiswanya sendiri. Bahkan, LBH Semarang menyebut langkah hukum Unnes ini bentuk arogansi kampus.

Samuel Rajagukguk dari LBH Semarang mengataan seharusnya kampus bisa lebih bijak dalam menyikapi keluhan mahasiswanya. "Bukan malah mempolisikan mereka yang memilikipemikiran kritis. Ini yang kami sebut arogansi kampus," kata dia. 

Pada Februari lalu, Badan Eksekutid Mahasiswa (BEM) Semarang Raya melakukan aksi terkait adanya surat edaran dari menteri yang melegalkan adanya pungutan lain selain UKT. Kebijakan pemerintah, dalam hal ini Kemenristekdikti, seakan mengarah pada komersialisasi pendidikan. Mereka pun menuntut transparansi uang kuliah tunggal (UKT) mendapatkan ‘suplemen’. 

Beberapa yang menjadi tuntutan yakni menetapkan aturan mengenai transparansi UKT dan sistem keringanan yang diatur secara umum oleh Kemenristekdikti dalam perundang-undangan guna menjamin kepastian hukum bagi mahasiswa, orangtua mahasiswa, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.

Selain itu, mereka juga menolak bentuk usaha komersialisasi dan liberalisasi pendidikan tinggi dalam bentuk Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH). Karena, ini diduga dilakukan dengan dalih menuju World Class University

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement