Rabu 17 Oct 2018 08:19 WIB

Meramaikan Industri Kendaraan Listrik di Indonesia

Sudah saatnya bagi Indonesia untuk menguasai teknologi kendaraan listrik.

Kendaraan listrik roda empat   dipamerkan di halaman parkir  Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi   Jakarta, Selasa(31/7).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Kendaraan listrik roda empat dipamerkan di halaman parkir Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jakarta, Selasa(31/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kendaraan listrik di Indonesia saat ini memang belum menjadi pilihan utama masyarakat karena industrinya belum terlalu banyak dan berkembang, juga infrastrukturnya belum mendukung. Meskipun demikian, bukan berarti tidak ada perusahaan swasta yang tidak berminat mengembangkan industri kendaraan listrik.

Konon, pada masa mendatang kendaraan bebas timbal dan ramah lingkungan itu, akan menjadi kendaraan pilihan utama masyarakat. Salah satu perusahaan swasta PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) melihat peluang terbuka itu dan secara serius segera memulai langkah strategis untuk terjun lebih dalam ke bisnis otomotif, khususnya mengembangkan bus listrik walaupun masih harus menggandeng perusahaan asal Cina BYD Auto Co.Ltd.

Sekalipun dalam jangka pendek bisnis tersebut dipastikan belum memberikan keuntungan, perseroan berharap dapat menjadi salah satu pemain utama dalam bisnis penyediaan kendaraan listrik di Tanah Air, setelah mencapai target pemenuhan kandungan komponen lokal 55 persen pada 2022. Ke depannya, BNBR tidak sekadar menjual kendaraan bus, akan tetapi juga menawarkan sistem transportasi umum untuk kota-kota di Indonesia.

"Sejumlah pemerintah provinsi sudah menyatakan berminat terhadap bus listrik kita dan juga ada kawasan industri yang menginginkan bus listrik untuk angkut karyawan," kata Direktur Utama PT Bakrie & Brothers Bobby Gafur Umar kepada pers usai uji coba bus listrik di Ungasan, Bali, Senin (16/10).

Pemkot Semarang belum lama ini sudah mulai mengganti solar menjadi gas untuk bahan bakar bus di daerah itu. Bobby juga mendengar kabar PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) belakangan bahkan sedang serius melakukan studi secara komprehensif untuk mendapatkan data pasti mengenai biaya operasional dan tingkat keamanan serta kenyamanan bus listrik.

Transjakarta sedang mengkaji biaya operasional bus listrik untuk menakar efisiensinya dibandingkan dengan bus berbahan bakar minyak. Hal itu, artinya biaya operasional nantinya pasti jauh lebih murah.

Soal kualitas dua bus listrik yang dibanggakan perusahaan itu, sudah diuji coba dan difungsikan sebagai bus ulang-alik selama penyelenggaraan pertemuan akbar International Monetary Fund & World Bank (IMF dan WB) pada 8-14 Oktober 2018, di Nusa Dua, Bali.

Hasilnya, bus tersebut selama mengangkut delegasi tidak mengalami gangguan sekalipun setiap hari rata-rata harus menempuh jarak 280 kilometer sebagai alat angkut. "Awal 2019 BNBR berharap sudah bisa mulai melakukan penetrasi pasar, khususnya untuk bus dengan gross vehicle weight (GVW) di bawah 24 ton, " kata Bobby.

CEO PT Bakrie Autoparts Dino Ryandi mengatakan secara teknis sama sekali tidak ada masalah dengan dua unit bus listrik yang dipergunakan sebagai alat transportasi ulang-alik di kawasan Nusa Dua, saat pertemuan IMF-WB. Untuk perakitan bus nantinya mungkin di Balaraja, Banten, karena lahan di daerah itu cukup luas, sekitar 7,7 hektare. Selain bangunan pabrik sudah ada, lahan sudah siap, serta dekat dengan jalan tol. Pabrik ini nantinya diharapkan mampu memproduksi 1.000 hingga 2.000 unit bus listrik setiap tahun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement