Kamis 09 Aug 2018 21:55 WIB

Mobil Hibrida Dinilai Lebih Fleksibel untuk Indonesia

Kendaraan hibrida dinilai lebih dapat menyesuaikan infrastruktur di Indonesia.

Rep: Adinda Priyanka/ Red: Yudha Manggala P Putra
Kementerian Perindustrian menerima hibah 10 unit mobil listrik dari Mitsubishi Motors Corporation (MMC). Sepuluh kendaraan listrik  itu terdiri dari delapan unit Mitsubishi Outlander PHEV (model SUV plug-in hybrid) dan dua unit Mitsubishi i-MiEV.
Foto: Halimatus Sa'diyah/REPUBLIKA
Kementerian Perindustrian menerima hibah 10 unit mobil listrik dari Mitsubishi Motors Corporation (MMC). Sepuluh kendaraan listrik itu terdiri dari delapan unit Mitsubishi Outlander PHEV (model SUV plug-in hybrid) dan dua unit Mitsubishi i-MiEV.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memilih kendaraan plug in hybrid electric vehicle (PHEV) sebagai prioritas untuk disediakan dibanding dengan electrified vehicle atau mobil listrik. Sebab, jenis ini sifatnya lebih fleksibel yakni dapat menggunakan listrik maupun bahan bakar fosil. 

Dirjen Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Harjanto menuturkan, sifat fleksibilitas PHEV memungkinkan jenis ini dapat menyesuaikan dengan infrastruktur di Indonesia. "Misalnya, kalau di parkiran ada colokan, ya bisa digunakan. Tapi, kalau nggak ada, bisa diisi bensin,” tuturnya saat ditemui di sela Seminar 'Studi Pengembangan Electrified Vehicle di Indonesia' di Tangerang, Kamis (9/8).

Harjanto mengatakan, Menperin Airlangga Hartarto juga berharap agar PHEV bisa tercipta dan tersedia di Indonesia. Kendaraan ini juga bisa menggunakan bahan bakar diesel (B20) yang tengah digencarkan Kemenperin. Dengan menggunakan B20, tingkat efisiensinya bisa mencapai 85 persen apabila dibanding dengan bahan bakar fosil.

Menurut penelitian Institut Teknologi Bandung (ITB), 1 liter biodiesel B20 dapat digunakan untuk menempuh jarak 60 kilometer. Dengan berbagai dampak positif ini, Harjanto berharap industri pabrikan otomotif bisa terlibat dalam produksi kendaraan dengan teknologi tersebut.

Penyediaan PHEV merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mendorong pemanfaatan teknologi otomotif yang ramah lingkungan melalui program Low Carbon Emission Vehicle (LCEV). Upaya ini terkait komitmen pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca sampai 29 persen pada 2030 dan menjaga energi sekuriti, terutama di sektor transportasi darat.

Komitmen itu juga tertulis dalam kebijakan bauran energi nasional, di mana pemerintah menargetkan, 20 persen dari total produksi kendaraan baru di Indonesia sudah menerapkan teknologi mobil listrik pada 2025.

Tapi, Harjanto mengakui, masih banyak hambatan untuk mewujudkan target tersebut. Di antaranya terkait kenyamanan berkendara oleh para pengguna, infrastruktur pengisian energi listrik, rantai pasok dalam negeri, adopsi teknologi dan regulasi.

Dukungan kebijakan fiskal agar kendaraan kendaraan listrik dapat dimanfaatkan oleh para masyarakat pengguna tanpa harus dibebani biaya tambahan yang tinggi juga disebutkan Harjanto sebagai tantangan besar. "Kami terus kaji berbagai solusi untuk mendorong pengembangan LCEV ini," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement