Rabu 23 May 2018 20:31 WIB

Gaikindo: Tantangan Mobil Listrik di Indonesia Masih Besar

Ketua Umum Gaikindo menyebutkan salah satu tantangannya ada soal daur ulang baterai.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Yudha Manggala P Putra
Pelepasan parade kendaraan listrik Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) di Bundaran UGM, Ahad (18/2).  Parade terdiri 9 kendaraan seperti mobil, motor, becak, sepeda, dan dilepas Rektor UGM dan Dekan Fakultas Teknik UGM.
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Pelepasan parade kendaraan listrik Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) di Bundaran UGM, Ahad (18/2). Parade terdiri 9 kendaraan seperti mobil, motor, becak, sepeda, dan dilepas Rektor UGM dan Dekan Fakultas Teknik UGM.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Saat ini peralihan kendaraan kian gencar dilakukan sejumlah negara maju. Dari yang awalnya mengandalkan bensin atau solar, beralih ke kendaraan lebih ramah lingkungan, salah satunya mobil listrik.

Indonesia pun mulai menuju ke sana. Belakangan, pemerintah mulai menyuarakan upaya untuk menerapkan dan memproduksi kendaraan berbasis baterai di Tanah Air.

Meski begitu Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi menyebut tantangan menerapkan mobil elektrik masih besar. Terutama terkait infrastruktur hingga proses akhir, seperti daur ulang baterai.

"Mobil listrik itu juga harus dicolokkan ke listrik untuk mengisi tenaga. Namun yang harus kita ingat, setelah 10-15 tahun kemudian, baterai ini harus didaur ulang. Dan daur ulang ini nggak gampang," kata Nangoi di Jakarta, Selasa (22/5).

Baterai habis pakai ini, kata dia harus dapat didaur ulang, bukan menguburnya ke dalam tanah. Setelah baterai didaur ulang, baterai dapat digunakan kembali, atau hanya dibuat menjadi tidak beracun. Saat ini, baru dua negara yang dapat melakukan daur ulang baterai.

Sementara itu produsen baterai kendaraan listrik juga belum banyak. Saat ini hanya ada tiga negara penghasil baterai yakni, Cina, Korea dan Jepang dengan memproduksi baterai lithium ion. Apabila Indonesia ingin membuat sendiri, maka akan masuk menjadi negara keempat penghasil baterai.

"Untuk informasi, GM menginvestasikan sekitar 4,5 miliar dolar bekerja sama dengan LG dari korea untuk membuat mobil listrik, dan baterai. Kemudian Toyota dan Suzuki bekerjasama terutama membuat baterainya, BMW kerja sama dengan Samsung. Nah Indonesia mau bikin mobil listrik boleh, terutama baterai dulu," papar Nangoi.

Ia melanjutkan, apabila Indonesia ingin menggunakan lithium ion, maka harus diimpor terlebih dahulu. Namun sangat disayangkan apabila harus mengimpor baterai, karena ini termasuk komponen utama mobil listrik.

Kini Indonesia menjadi negara yang turut mengekspor kendaraan. Banyak diantara mobil-mobil di Tanah Air yang sudah memiliki kandungan lokal cukup besar, maka Nangoi menyayangkan jika harus merakit kendaraan listrik dengan baterai dari luar negeri.

"Bukan berarti kami tidak mendukung, Gaikindo mendukung tapi ke depan tantangan besar. Maka untuk mobil listrik, riset baterainya dulu," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement