Kamis 29 Jun 2017 02:30 WIB
Kebijakan Lima Hari Sekolah

Mu'ti: Presiden Harus Jadi Inisiator

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Abdul Mu'ti.
Foto: Republika/Darmawan
Abdul Mu'ti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, mengapresiasi usulan mengkomunikasikan kebijakan lima hari sekolah. Hanya saja, dia mengingatkan, unsur-unsur yang dilibatkan membahas itu harus lebih luas, bukan cuma NU dan Muhammadiyah saja.

Mu'ti pun berpendapat, bahwa Presiden harus jadi inisiator. Sebab, pemerintah berniat menguatkan dasar hukum kebijakan itu dari Peraturan Menteri jadi Peraturan Presiden. Selain itu, Mu'ti menilai, perdebatan yang terjadi terkait dampak kebijakan tersebut terhadap masyarakat diniyah.

"Maka, kalau ada pertemuan itu libatkan juga Kemenag, serta ormas penyelenggara pendidikan lain misalkan Nahdlatul Wathan, PUI atau Persis yang banyak masyarakat diniyahnya," kata Mu'ti saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (28/6).

Sebab, lanjut Mu'ti, institusi yang secara administratif membawahi masyarakat diniyah tentu saja Kementerian Agama (Kemenag). Karenanya, ia menyarankan pembahasan kebijakan lima hari sekolah harus melibatkan lebih banyak elemen, dan tentu saja sekolah berbasis agama lain. "Jangan lupa, lima hari sekolah itu berdampak ke sekolah berbasis agama lain," ujar Mu'ti.

Untuk itu, ia berpendapat, kebijakan itu tidak boleh dipahami cuma berdampak ke NU, Muhammadiyah atau ormas Islam saja, karena sekolah berbasis agama lain akan terkena dampak juga. Menurut Mu'ti, ini yang harus jadi perhatian pemerintah kalau memang ada rencana menaikan dasar hukum Permen ke Perpres.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement