Jumat 23 Jun 2017 20:04 WIB

Mahasiswa Unair Teliti Daun Putri Malu Sebagai Obat Anti Bakteri

Rep: Binti Sholikah/ Red: Gita Amanda
Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
Foto: Ist
Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) meneliti daun putri malu sebagain obat anti bakteri. Daun putri malu diketahui mengandung senyawa aktif yang dapat menghambat perkembangan bakteri.

Lima mahasiswa Fakultas Kedokteran Unair tersebut yakni, Safira Rahma (2015), Nur Moya Isyroqiyyah (2015), Safira Nur Ainiyah (2015), Nur Sophia Matin (2015), dan Salsabila Zahra Prasetya (2016). Mereka mengadakan penelitian terhadap hewan coba untuk mengatasi pertumbuhan bakteri MRSA menggunakan ekstrak daun putri malu.

Penelitian mereka terangkum dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Eksakta (PKM-PE) berjudul “Studi in Vivo Ekstrak Daun Putri Malu (Mimosa pudica L) sebagai Bahan Alternatif Antibakteri pada Kasus Infeksi Luka Terbuka Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)”.

Pengembangan ide proposal tersebut dilaksanakan di Departemen Mikro Biologi Klinik Fakultas Kedokteran Unair. Proposal penelitian tersebut mendapatkan dana hibah dalam program PKM tahun 2017 setelah lolos dalam penilaian oleh Kementerian Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).

Ketua kelompok PKM-PE, Safira, mengatakan sebelum melakukan percobaan timnya membelian alat dan bahan, kemudian memastikan lulus siding dari Komisi Laik Etik hewan coba. Penelitian dilakukan pada mencit yang diberi luka dan ditambahkan bakteri MRSA. Setelah mencit terinfeksi, diberikan perlakuan dengan pemberian perawatan luka setiap hari berupa salep clindamycin atau ekstrak daun putri malu pada kadar tetentu.

Daun putri malu mengandung senyawa aktif polifenol yang sensitif dan efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan MRSA. Sedangkan clindamycin merupakan antibiotik yang mampu menghambat pertumbuhan MRSA. Antibiotik clindamycin diketahui dapat digunakan sebagai antibiotik MRSA.

“Pemilihan jenis salep yang kami gunakan sebagai control dengan menguji kepekaan antibiotik clindamycin dahulu untuk membuktikan apakah benar clindamycin masih dapat menghambat MRSA atau tidak. Karena bisa jadi bakteri bermutasi menjadi resisten terhadap antibiotik dan clindamycin tidak dapat digunakan sebagai antibiotic MRSA,” jelas Safira melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (23/6).

Setelah percobaan, lanjutnya, kemudian dilakukan uji mikrobiologi dan uji histopatologi. Hasil penelitian tersebut nantinya diharapkan dapat mengubah paradigma masyarakat mengenai daun putri malu. Tanaman tersebut bisa dikenal sebagai tanaman obat solusi alternatif untuk menghambat bakteri MRSA yang menjadi penyebab infeksi luka terbuka di rumah sakit dengan harga yang murah dan mudah didapatkan. Safira dan tim juga berharap nantinya penemuan mereka dapat digunakan oleh masyarakat setelah dilakukan penelitian pada manusia.

“Selain itu hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi untuk penelitian dan pengembangan obat antimikroba dari putri malu selanjutnya,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement