Home > Ojk > Ojk
Kamis , 22 Jun 2017, 15:20 WIB

Berbagi Risiko, Cara Mudah Memahami Asuransi Syariah (2)

Red: Dwi Murdaningsih
Republika/Wihdan Hidayat
Asuransi syariah (ilustrasi).
Asuransi syariah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Erwin Noekman, direktur eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia

Asuransi syariah menggunakan skema sharing risk. Berbagi risiko di Asuransi Syariah di awali dengan perjanjian dimana terdapat kesepakatan bahwa bilamana terjadi musibah kepada salah satu Peserta, maka Peserta lain akan saling menolong dan saling menanggung. Bentuk kerjasama ini dalam bentuk pengumpulan dana kontribusi yang terkumpul menjadi kumpulan dana kebajikan (tabarru’). Santunan kepada Peserta yang mengalami musibah, diambil sebagian dari kumpuan Dana Tabarru’ ini.

Berat Sama Dipikul, Cara Mudah Memahami Asuransi Syariah (1)

Semisal ada kumpulan seribu peserta, maka apabila terjadi musibah yang menimpa salah satu Peserta tersebut, sesungguhnya 999 Peserta lainnya turut membantu Peserta yang mengalami musibah tadi. Semisal dari seribi peserta tadi terkumpul Dana Tabarru’ sebesar Rp 100 juta dan pada suatu ketika terdapat musibah yang diderita salah seorang Peserta, misalnya membutuhkan santunan sebesar Rp 1 juta maka dana ini diambil dari kumpulan Dana Tabarru’ tersebut (yang sesungguhnya adalah milik bersama para Peserta).

Di tahap selanjutnya, para Peserta bersepakat bahwa mereka menunjuk Perusahaan Asuransi Syariah sebagai Pengelola. Pengelolaan dimaksud meliputi pengelolaan risiko dan investasi. Pengelolaan ini sesuai akad yang disepakati dan sesuai dengan kaidah syariah. Kaidah yang digunakan berlandaskan syariat Islam (Alquran, hadis dan Fatwa ulama) serta peraturan perundangan terkait syariah yang berlaku (UU, POJK dan SEOJK).

Melihat situasi dan kondisi serta keahlian yang dimiliki perusahaan asuransi syariah, para Peserta bersepakat untuk menyerahkan pengelolaan Dana Tabarru’ kepada Perusahaan Asuransi Syariah. Dalam mekanisme Asuransi Syariah, perusahaan asuransi syariah bukan merupakan Penanggung risiko, melainkan hanya sebagai pengelola risiko. Karena sesungguhnya yang “menanggung” risiko adalah kumpulan para Peserta tadi.

Di dalam pengelolaan risiko tersebut, harus dipastikan tidak adanya unsur yang bertentangan dengan kaidah syariah. Aktivitas Asuransi Syariah tidak boleh mengandung unsur riba (pertambahan nilai), maysir (judi), gharar (ketidakjelasan), dzalim, maksiat (pornografi, pornoaksi), riswah (suap, gratifikasi), zat atau benda haram.

Pada kesempatan yang sama, para Peserta yang menitipkan kumpulan Dana Tabarru’ kepada perusahaan asuransi syariah, memberikan ujrah (upah) atas bantuannya dalam pengelolaan Risiko tersebut.

Bilamana terjadi musibah terhadap salah seorang Peserta, maka Perusahaan Asuransi Syariah bertindak sebagai Pengelola Klaimyang mewakili para Peserta untuk memberikan manfaat (klaim).

Dengan keahlian dan kemampuan yang dimiliki, perusahaan asuransi diyakini mampu untuk memastikan pemberian manfaat tadi adalah sesuai dengan perjanjian (polis) dan tidak bertentangan dengan kaidah syariah. Guna lebih memastikan compliance terhadap kaidah syariah, maka di setiap perusahaan asuransi syariah diwajibkan adanya Dewan Pengawas Syariah yang salah satu fungsinya adalah melakukan pengawasan atas kesesuaian operasional dalam koridor syariah.

Kembali ke penyaluran manfaat tadi, dana tersebut sesungguhnya berasal dari para Peserta sendiri, yaitu kumpulan Dana Tabarru’. Dalam hal ini tidak terjadi exchange (transaksi) antara Peserta dan perusahaan asuransi syariah. Kembali, dana manfaat ke Peserta sesungguhnya berasal dari para Peserta itu sendiri.

Konsep kebersamaan yang diterapkan dalam Asuransi Syariah adalah apabila kumpulan Dana Tabarru’ lebih besar (surplus) daripada besaran santunan yang diberikan kepada Peserta yang mengalami musibah , maka kelebihan tersebut dikembalikan kepada Peserta. Apabila diperjanjikan secara khusus, perusahaan asuransi syariah pun bisa mendapatkan sebagian dari hasil Surplus pengelolaan risiko.

Sebaliknya, bilamana kumpulan Dana Peserta ternyata lebih kecil dari besaran santunan yang diberikan kepada Peserta (defisit), maka secara prinsip kekurangan tersebut nantinya akan menjadi domain para Peserta, namun demikian perusahaan asuransi syariah berkewajiban untuk memberikan dana talangan (qardh) untuk menutupi kekurangan tersebut.

Qardh ini sendiri harus bebas dari unsur riba, artinya tidak ada penambahan besaran utang atas pokok dana talangan. Semisal pada ilustrasi di atas, apabila terdapat kekurangan Rp 150 maka perusahaan asuransi syariah akan memberikan dana talangan sebesar Rp 150. Proses pengembalian dana talangan tersebut, nantinya akan diambil kembali dari surplus (bila ada) dalam pengelolaan risiko di tahun-tahun berikutnya. Apabila pengembalian baru bisa dilakukan dalam 5 tahun ke depan, maka besaran pengembalian dana talangan pun tidak boleh bertambah sedikit pun dari pokok sebesar Rp 150.

Terkait dengan investasi, perusahaan asuransi syariah hanya sebagai Pengelola Dana yang sesungguhnya milik Peserta. Hasil investasi yang diperoleh dari Dana Tabarru’akan dikembalikan ke pemiliknya, yaitu Peserta. Kembali ditekankan, pengelolaan investasi ini pun harus sesuai dengan kaidah syariah, utamanya bebas dari unsur riba.

Semua hasil investasi pun akan kembali ke Peserta (Dana Tabarru’). Apabila diperjanjikan secara khusus, perusahaan asuransi syariah bisa mendapatkan sebagian dari hasil investasi milik Peserta.

Skema yang tergambar dalam pengelolaan Asuransi Syariah sebagaimana diterangkan dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian adalah sistem pengelolaan yang berdasarkan prinsip saling menolong dan melindungi.

“Asuransi Syariah adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan asuransi syariah dan pemegang polis dan peranjian di antara para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi …”

Dengan konsep di atas, terdapat perbedaan mendasar antara pengelolaan asuransi konvensional yang merupakan transaksional antara Tertanggung dengan Penanggung, sementara asuransi syariah menggunakan konsep kerjasama di antara sesama Peserta.  Konsep kerjasama ini sebenarnya merupakan nilai luhur kepribadian bangsa Indonesia, yaitu koperasi, dimana keuntungan maupun kerugian dibagi bersama.

Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Peribahasa yang menjadi pola pikir kehidupan bangsa Indonesia merupakan landasan pengelolaan Asuransi Syariah. Sebuah sistem dan skema sederhana.

Konsep kerjasama dan berbagi hasil ini, seidealnya dinikmati bersama sehingga tujuan keberadaan sebuah lembaga keuangan syariah, bisa turut mewujudkan visi keberadaan Islam yaitu sebagai rahmat bagi semesta alam. Keberhasilan sebuah lembaga keuangan syariah, termasuk perusahaan asuransi syariah, seidealnya adalah memberikan value dan manfaat bagi para pemangku kepentingan, negara serta alam sekitar.