Selasa 13 Jun 2017 18:52 WIB

Kemendikbud tak Ingin Matikan Sekolah Agama

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Bayu Hermawan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menjawab pertanyaan anggota Komisi X DPR dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (13/6).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menjawab pertanyaan anggota Komisi X DPR dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (13/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berencana memasukkan pengajaran sekolah agama sebagai bagian dari delapan jam di sekolah.

"Justru anak, siswa yang kemudian sorenya ambil pelajaran diniyah itu diakui jadi bagian delapan jam itu," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/6).

Bahkan, ia mengusulkan nilai agama dalam rapor siswa bisa diambil dari sekolah keagamaan. Hal itu pun juga berlaku bagi siswa yang belajar agama di Gereja dan Pura.

"(Madrasah diniyah, gereja, pura) justru yang menilai mereka. Dikonversi jadi nilai yang ada di rapor," jelasnya.

Mendikbud beranggapan, apabila sudah ada pelajaran dari madrasah diniyah, maka pelajaran agama tidak diperlukan. Muhadjir menjelaskan, sebab pemerintah ingin memperkuat keagamaan dengan memfungsikan gereja, pura, madrasah diniyah.

Menurutnya, banyaknya polemik tentang kebijakan lima hari sekolah disebabkan belum terbitnya payung hukum beberapa waktu lalu. Selain itu, ia mengakui pemerintah kurang menyosialisasikan rencana penerapan kebijakan itu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement