Jumat 02 Jun 2017 06:40 WIB

DPR Minta Kampus Diberi Keleluasaan Memilih Rektor

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Dwi Murdaningsih
 Pemungutan suara saat pemilihan Calon Rektor Universitas Sriwijaya (Unsri) di kampus Pasca Sarjana, Palembang, Senin (29/6).
Foto: Republika/Maspriel Aries
Pemungutan suara saat pemilihan Calon Rektor Universitas Sriwijaya (Unsri) di kampus Pasca Sarjana, Palembang, Senin (29/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menanggapi polemik soal wacana pengangkatan rektor perguruan tinggi yang langsung dipilih oleh presiden. Fikri berpendapat sudah saatnya pemerintah mememberikan keleluasaan luas terkait pemilihan rektor tersebut ke internal perguruan tinggi.

“Mestinya, pemerintah semakin menyerahkan urusan seperti ini ke internal perguruan tinggi. Beri kepercayaan perguruan tinggi agar lebih mandiri, dan agar bisa terus mengkonsolidasikan kehidupan demokrasi di kampus. Tidak hanya pada tataran teori, namun menjadi ajang untuk menerapkan ilmu mereka,” ujar Fikri dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/6).

FRI: Pemilihan Rektor tak Perlu Libatkan Presiden

Fikri mengakui selama ini ada persoalan terkait berdemokrasi di kalangan civitas akademik di perguruan tinggi yaitu tentang regulasi pemilihan rektor, dimana 30 persen menjadi hak menteri (Menristekdikti). Akibatnya, calon  yang memperoleh suara tertinggi secara internal bisa tidak terpilih karena tidak mendapat dukungan menteri.

“Dengan diambil alihnya pemilihan rektor oleh presiden, alih-alih menghentikan kemelut di internal perguruan tinggi, bisa menjadi semakin runyam. Sebab, birokrasi menjadi semakin panjang sampai ke presiden,” kata Fikri.

Padahal, menurut Fikri, selama ini kemelut pemilihan rektor yang ada dibawah menristekdikti berlarut sangat lama. Hal tersebut akan tambah lama jika akan ditentukan langsung oleh presiden.

“Sebagai contoh, untuk setingkat PP saja sebagai mandat dari UU yang sudah ditetapkan DPR bahkan sudah sangat lama diundangkan oleh Mensesneg, banyak ratusan jumlahnya yang tak kunjung terbit karena harus disetujui dan ditandangani oleh presiden. Ini tentu birokrasi yang sangat tidak praktis, tidak modern,” kata politikus Partai Keadilan Sejahteran (PKS) itu.

Seperti diketahui, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam pidatonya saat upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila, Kamis (1/6) mengeluarkan pernyataan bahwa pemilihan rektor, baik di swasta maupun negeri, akan beralih dari Menristekdikti menjadi langsung dipilih oleh presiden.

Hal itu diungkapkan Mendagri Tjahjo dalam rangka untuk lebih membumikan ideologi Pancasila, termasuk di lingkungan pendidikan. Sehingga dapat memberikan pemahaman dan sanksi terhadap siapapun baik yang sengaja maupun terang-terangan menolak Pancasila.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement