Selasa 21 Feb 2017 16:08 WIB

Anggaran Pemetaan Bahasa Daerah Diusulkan Ditambah

Rep: Umi Nur Fadilah/ Red: Yudha Manggala P Putra
Seorang perempuan membaca salah satu buku sastra daerah dalam Kongres Internasional II Bahasa-bahasa Daerah Sulawesi Selatan di Makassar (ilustrasi).
Foto: Antara/Dewi Fajrian
Seorang perempuan membaca salah satu buku sastra daerah dalam Kongres Internasional II Bahasa-bahasa Daerah Sulawesi Selatan di Makassar (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan menambah anggaran pemetaan bahasa daerah. Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa, Hurip Danu Ismadi mengatakan isu bahasa ibu sangat penting ketika bahasa-bahasa daerah di dunia mulai banyak yang punah.

"Kita mengusulkan pada 2018, anggaran menjadi Rp 10 miliar untuk balai dan kantor," kata dia Ismadi saat memberikan sambutan pembukaan Seminar Nasional dan Festival Bahasa Ibu pada 21-22 Februari 2017. Seminar tersebut mengambil tema 'Peningkatan Vitalitas Bahasa Daerah untuk Memperkokoh Bahasa Indonesia'. Seminar yang digelar di Badan Bahasa, Rawamangun, Jakarta Timur itu akan membahas isu-isu tentang vitalitas bahasa ibu.

Ia menyebut, ancaman kepunahan bahasa ibu diperparah dengan minimnya perhatian pemerintah daerah (pemda) terhadap kearifan lokalnya. Hal itu yang membuat Badan Bahasa mengusulkan 'porsi'lebih untuk upaya pemetaan bahasa daerah. "Makanya kami mengusulkan, terutama pemetaan bahasa daerah harus ditambah anggarannya," jelasnya.

Saat ini, Danu memerinci, Badan Bahasa telah memetakan dan memverifikasi 646 bahasa ibu dari 2.348 daerah penelitian. Padahal, ia menyebut setidaknya ada lebih dari 700 bahasa ibu yang ada di seluruh Indonesia. Namun, beberapa bahasa ibu itu sedang mengalami ancaman kepunahan.

Danu berujar, verifikasi data bahasa daerah dilakukan untuk pembuatan peta bahasa. Ia menjabarkan, Bada Bahasa telah memetakan vitalitas 52 bahasa daerah. Dari jumlah tersebut, sebanyak 11 bahasa daerah yang sudah punah, tiga bahasa berstatus kritis, 12 bahasa berstatus terancam punah, dua bahasa berstatus rentan, 12 bahasa berstatus terancam punah dan hanya 12 bahasa yang berstatus aman, yakni Jawa, Aceh, Bali, Sentani.

Danu mengatakan, terdapat sejumlah program yang dilakukan untuk memetakan bahasa daerah. Setelah dipetakan, dilakukan kajian vitalitas untuk mengetahui kondisi  bahasa daerah itu. "Harus mendapat kajian vitalitas bahasa daerah. Ada dua program untuk menindaklanjuti, yaitu koservasi dan revitalisasi," ujar Danu.

Ia menyebut, pada 2016 pihaknya telah mengonservasi dan merevitalisasi trhadap enam bahasa, seperti bahasa Hitu (Maluku) dan Tobati (Papua).

"Yang sudah punah, kritis ada kegiatan revitalisasi bahasa daerah. Kegiatannya, menggiatkan komunitas, buat bahan ajar, masukkan ke kurikulum, menjadikan kebijakan pemda," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement