Senin 13 Aug 2012 14:00 WIB

Pahlawan Bangsa di Tengah Gulita

Atlet angkat besi Indonesia, Eko Yuli Irawan
Foto: AP
Atlet angkat besi Indonesia, Eko Yuli Irawan

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Abdullah Sammy/Wartawan Olahraga Republika

Eko Yuli Irawan dengan langkah tertatih terus menapak di aspal kawasan Docklands, London. Di dadanya, tersemat benda yang hingga malam itu hanya mampu direbut 42 manusia di muka bumi; medali perunggu Olimpiade 2012.

Kaki kanannya menyeret. Dengan wajah mengerang sakit, pemuda 23 tahun ini terus melangkah menopang medali .

Waktu sudah menunjukkan pukul 00.00 malam waktu GMT. Langkah Eko tiba-tiba terhenti. “Eko,” teriak saya menyapanya dari kejauhan.

Eko memalingkan badan. Begitupun Ketua Kontingen Indonesia, Erick Thohir yang turut mendampinginya malam itu.

“Selamat buat kamu atas perunggunya tadi,” ujar saya berjabat tangan dengan Eko.

Pemuda kelahiran Lampung ini tersenyum. Sambil berjabat tangan, dia berkata, “Terima kasih banyak,”

Tegur sapa dengan Eko pun berkembang jadi obrolan panjang. Eko mengisahkan bagaimana dia pertama kali melangkahkan kaki di Excel Arena, di mana puluhan ribu manusia menjadi saksi pertarungan ketat lifter terbaik di dunia.

“Kelas 62 kilogram sangat berat. Dari awal, saya mengetahui bahwa lifter Korea, Kolombia, dan Cina bakal menjadi lawan berat,” aku lifter yang tampil dengan mengenakan kostum berwarna merah itu.

Kendati lawannya adalah lifter ternama dunia, namun Eko tidak gentar. Begitu namanya terpampang di layar monitor besar, Eko melangkah. Dia tatap barbel seberat 145 kilogram.

                                                                  ***

"Tiga... dua... satu..." Bunyi pertanda perintah melakukan angkatan menggema.

Sekuat tenaga, barbel ditopang oleh kedua tangan pemuda Lampung ini di angkatan snatch. Selama tiga detik, Eko mampu menopang beban 145 kilogram dengan sempurna.

Juri mengangkat tiga bendera putih dan Eko pun menempatkan diri sebagai lifter terbaik kedua di bawah Kim Un Guk di nomor snatch.

Namun kekhawatiran Eko belum sirna walau telah berhasil menempati peringkat kedua di putaran pertama. Karena di angkatan clean and jerk, Eko harus menopang beban dengan bertumpu pada kekuatan kaki. “Masalah bagi saya adalah retak tulang kering kaki kanan. Ini menyulitkan untuk melakukan angkatan clean and jerk,” ujarnya.

Namun kenyataan rataknya kaki tidak membuatnya gentar. Resiko patah tulang kering berani dia tanggung demi meraih tujuan utama dari keikutsertaannya di Olimpiade London. “Saya memang punya ambisi sejak awal untuk setidaknya mempertahankan perunggu yang saya raih di (Olimpiade) Beijing,”

Sebelum melakukan angkatan terakhirnya di nomor clean and jerk, sang pelatih sekaligus manajer tim, Lukman, berpesan kepadanya. “Ko, anggap ini adalah kesempatan terakhir kamu di Olimpiade. Anggap ini adalah Olimpiade terakhir. Lakukan yang terbaik!” kata Lukman memberi motivasi.

Eko spontan mengangguk. Dengan ambisi meraih prestasi, dia langkahkan kaki kanannya yang retak dan berdiri di bawah besi seberat 172 kilogram. Selama ini, Eko belum mampu mengangkat beban seberat itu di sepanjang persiapannya menuju Olimpiade.

“Angkatan saya biasanya di clean and jerk hanya 166 kilogram,” ujarnya. Hari itu, motivasi Eko terlalu besar untuk dihadang beban berat dan ancaman patahnya kaki.

Sekuat tenaga dia angkat berat yang nyaris setara dengan bobot motor  250 cc. Kaki kanannya yang retak menopang keras beban itu.  Dan, "krak..." kaki Eko yang retak berbunyi.

Rasa sakit yang teramat dirasakanya. “Saat angkatan terakhir itu cidera saya kambuh,” ujarnya. Namun rasa sakit terbayar lunas karena keberhasilannya mengangkat beban 172 kilogram dengan sempurna.

Eko tak kuasa lagi menahan sakit. Sambil melepas beban, dia meringis. Ia terpincang-pincang berjalan mundur. Usaha heroik Eko langsung diganjar tepuk tangan dari ribuan penonton Excel Arena.

Dia sempat melambikan tangan sebelum menuruni tangga dengan kaki kanan yang retak.

“Saya sudah lakukan yang terbaik dari kemampuan saya. Setelah itu saya pasrah dan berdoa pada tuhan,” kata Eko.

                                                                  

                                                                   ***

Ujian bagi Eko belum usai dengan keberhasilannya mengangkat beban seberat 172 kilogram. Pasalnya posisinya langsung terlempar ke posisi ketiga karena lifter Kolombia, Figueroa Musquera berhasil memecahkan rekor dunia di angkatan clean and jerk saat menopang beban seberat 177 kilogram.

Hasil luar biasa yang dicetak Figueroa membuat nasib Eko bergantung di tangan sang juara dunia sekaligus mantan pemegang rekor dunia asal China, Zhang Jie. Zhang Jie memiliki dua kesempatan untuk memupus ambisi Eko lewat percobaan angkatan seberat 178 kilogram.
 

Zhang di atas kertas mampu mengangkat beban itu mengingat dialah pemegang rekor dunia sebelum Figueroa dan diprediksi akan mampu jadi pesaing ketat peraih medali emas Olimpiade 2012. Hitungan di atas kertas itu nyaris membuat Eko gigit jari.

Saat Zhang hendak mengangkat beban, Eko spontan menutupi mukanya dengan handuk putih. “Saya pasrah saat itu,” ucap Eko.  Di saat itulah beban memuncak bagi Eko. Beban yang melebihi berat barbel yang sukses dia angkat.

Namun suratan takdir memihak Eko. Si juara dunia asal China gagal melakukan dua kali angkatan seberat 178 kilogram. Hasil yang membuat nama Eko Yuli Irawan tidak tergoyahkan di peringkat tiga klasemen akhir angkat besi. Medali perunggu yang empat tahun lalu dia raih, tidak beranjak dari dada sang pemuda lampung.

Merah Putih pun berkibar di tanah London. Sebuah sumbangan medali berhasil ditorehklan Eko Yuli.

Anak bangsa yang 10 tahun lalu masih berjuang dari kerasnya hidup di tanah nusantara, kini kembali mengharumkan nama Indonesia.

                                                                 ***

Eko yang 23 lalu lahir dari ayah seorang penarik becak, kini jadi putra yang menghadirkan senyuman bagi ibu pertiwi.

Pembawa cara pertandingan di Excel Arena secara khsus memuji perjuangan Eko.

Saat pria bertubuh mungil ini mendapat kalungan medali perunggu sang pembawa acara berkata, “Selamat buat Yuli Eko Irawan (Eko Yuli Irawan).Semoga  dia bisa terus meningkatkan taraf hidup keluarganya yang dahulu hidup kesulitan.”

 

Segala puja puji dan prestasi tetap membuat Eko tetap sebagai Eko yang rendah hati dan pemalu. Saat bersua saya, Eko tidak banyak membanggakan kemampuannya atas prestasi sensasional itu. Dengan rendah hati dia berkata, ''Saya hanya beruntung.''

Namun di balik suka citanya, beban lain masih belum terangkat oleh Eko. Mata pencahariannya sebagai seorang atlet, belum kunjung menjamin masa depannya. Bahkan uang yang jadi hak Eko sebagai atlet belum dibayar oleh pemerintah sejak bulan Mei 2012.

“Katanya mau cair. Tapi saya belum menerimanya,” kata Eko yang keringatnya masih mengucur saat itu.

Padahal uang dari pemerintah itu sangat diperlukannya untuk membantu keluarga di Lampung. “Saya berterima kasih karena kebutuhan saya di sini (London) ditanggung Ketua Kontingen. Tapi yang dari pemerintah saya belum terima,”

Kementerian Pemuda dan Olahraga mengakui bahwa dana bagi angkat besi sempat tertahan selama para atlet menjalani pemusatan latihan di Korea. “Sekarang uang itu sudah dicairkan,” jelas Menpora, Andi Mallarangeng.  

                                                            ***

Perbincangan saya dengan Eko pun berakhir di sudut Docklands. Salam perpisahan saling terucap

Di tengah kegelapan Docklands dan gulitanyanya prestasi olaraga Indonesia, kami saling mengucapkan salam perpisahan.

Tangan berjabat disertai ucapan selamat dan harap bagi sang pahlawan olahraga, ''Selamat sekali lagi Eko. Semoga negara menghargai jerih payahmu.''

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement