Senin 28 Sep 2015 08:00 WIB

Paralayang Afghanistan Terbang di Angkasa

Rep: c31/ Red: Fernan Rahadi
Paralayang
Foto: ant
Paralayang

REPUBLIKA.CO.ID, Paralayang atau paragliding dalam bahasa Inggrisnya adalah salah satu cabang olahraga yang menggunakan parasut dan dapat terbang di angkasa. Paralayang lepas landas untuk terbang dari sebuah lereng bukit atau gunung dengan memanfaatkan angin.

Zakia Mohammadi, seorang wanita dari tim paralayang nasional pertama negara Afghanistan sedang menunggu angin di puncak bukit pinggiran Kabul, ibu kota Afghanistan untuk lepas landas. Zakia ditonton banyak remaja yang bertepuk tangan dan bersorak-sorai.

Ia merupakan salah satu dari sekelompok masyarakat muda Afghanistan yang menekuni paralayang dan terbang di langit Afghanistan dimana helikopter militer dan balon udara pengawas juga melintas.

Zakia merasa seperti burung yang baru saja bebas dari sangkarnya ketika ia terbang dengan paralayang. “Saya sangat menikmatinya,” kata Zakia, dikutip dari Reuters, tengah pekan ini.

Ia ingin menunjukkan kepada dunia bahwa perempuan Afghanistan memiliki kemampuan untuk menjadi maju meskipun hidup dalam perang dan kondisi tidak aman.

Rekan satu timnya yang juga wanita, Leeda Ozori mengatakan warga Afghanistan lainnya tidak percaya jika dirinya bisa melakukan olahraga ini. Mereka terbatas oleh situasi negara yang tidak bagus, selain itu tidak ada jaminan keamanan. “Tetapi saya berani dan saya bisa melakukannya,” kata Ozori.

Paralayang adalah olahraga yang dinilai mahal di Afghanistan. Dua pekan pelatihan biayanya sebesar 500 dolar AS, sementara biaya peralatan paralayang sebesar 5 ribu dolar AS. Kleas menengah Afghanistan sendiri merasa sulit untuk membayar biaya tersebut karena upah pekerja di kota rata rata sekitar 200 dolar AS per bulan.

Di sisi lain, selama pemerintahan Islam Taliban militan pada tahun 1990-an, peremuan di Afghanistan terus keluar dari sekolah, universitas dan kehidupan publik. Mereka tidak bisa meninggalkan rumah jika tidak ada anggota keluarga laki-laki yang menemani.

Berbanding terbalik dengan saat ini, perempuan dalam masyarakat muslim konsevartif Afghanistan semakin memasuki bidang pendidikan, pekerjaan, dan olahraga. Sebagian masih memakai pakaian yang menutupi ujung kepala hingga ujung kaki, yaitu Burqa.

Untuk mencapai puncak bukit, mereka mengambil jalur pendakian dengan kendaraan jip. Peralatan para layang ditaruh di kendaraan militer dan polisi juga ikut mengawal untuk berjaga-jaga jika ada serangan.

Sang pelatih paralayang, Mehran Rahbari mengatakan timnya dilempari batu oleh anak-anak ketika pertama kali datang ke puncak bukit. Namun sekarang, timnas paralayang Afghanistan justru dicintai oleh masyarakat.

Mereka biasanya terbang sekitar 20 menit di langit atau kadang-kadang terbang di atas rumah-rumah penduduk. Namun,kekhawatiran terbesar dalam tim adalah ketika mereka ketika sedang terbang tinggi kemudian terjadi sesuatu dan menemukan diri mereka tanpa sarana pertahanan.

Untuk menghindari itu, setiap paralayang diberikan kemudi untuk menghindari tabrakan satu sama lainnya. Setiap anggota tim juga diberikan radio yang berfungsi untuk mempertahankan komunikasi.

Timnas paralayang ini juga mempunyai impian dan harapan untuk memperluas dan memperkenalkan olahraga paralayang ke provinsi lainnya yang ada di Afghanistan, tetapi situasi keamanan membatasi usaha mereka dan akhirnya tetap bertahan di Kabul.

“Kami takut jika diserang saat kami pergi keluar. Satu peluru bisa mengakhiri semua upaya kami,” kata Rahbani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement