Ahad 03 Sep 2017 07:00 WIB

Kegagalan SEA Games, Siapa Bertanggung Jawab?

Atlet Indonesia Eki Febri Ekawati saat pengalugan medali usai mendapat medali emas nomor tolak peluru putri SEA Games XXIX Kuala Lumpur di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia, Jumat (25/8) malam.
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Atlet Indonesia Eki Febri Ekawati saat pengalugan medali usai mendapat medali emas nomor tolak peluru putri SEA Games XXIX Kuala Lumpur di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia, Jumat (25/8) malam.

Oleh Bambang Noroyono

Wartawan Republika

Siapa yang paling bertanggung jawab soal kegagalan Indonesia di SEA Games 2017? Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) menyatakan diri menjadi bemper paling depan atas buruknya pahatan prestasi Kontingen Garuda di gelaran olahraga paling akbar di Asia Tenggara tahun ini.

Menpora Imam Nahrawi mengatakan itu. “Tentu saja, secara pribadi saya akan bertanggung jawab. Dan, akan menyampaikan pertanggung jawaban ini kepada presiden,” kata Imam saat konfrensi pers di Kemenpora, menanggapi kegagalan Indonesia pada SEA Games 2017 Malaysia, pada Kamis (31/8).

Meski tegas mempertanggungjawabkan, Imam tak mau disalahkan sendiri. Dia mengatakan, kegagalan prestasi Merah Putih di SEA Games bukan karena persoalan yang tunggal dan mudah penyelesaiannya. Pun bukan lantaran kualitas para atlet nasional yang buruk.

Melainkan, karena persoalan rumitnya administrasi keuangan negara. Kas Bangsa belum memihak kepada ambisi anak negeri memajukan prestasi. Buktinya, Imam menuturkan, masih sering terjadi keterlambatan upah, akomodasi, dan kelengkapan peralatan keolahragaan para atlet.

“Semua masalah yang mengganggu atlet-atlet selama ini, sudah saya identifikasi,” kata Imam. 

Hasilnya, Imam menerangkan, ada nirharmonis antara prinsip penggunaan keuangan negara (APBN) dalam pemenuhan kebutuhan mutlak para atlet untuk meninggikan prestasi. “Penyelesaian masalah (pembiayaan olahraga) ini, tidak bisa dilakukan parsial,” ujar Imam. 

Karena itu, politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu yakin, satu-satunya jalan agar prestasi olahraga Indonesia bisa maksimal, yaitu dengan memisahkan antara APBN dengan kebutuhan dana para atlet. “Selagi olahraga bersumber dari APBN, siapapun harus tertib administrasi. Termasuk Kemenpora, KONI, dan KOI, juga bagi para atlet,” ujarnya. 

Imam tak mau penyaluran keuangan negara kepada para atlet lewat kementeriannya, menjadi ketakutan yang kelak menyeret banyak nama ke dalam catatan buruk  penggunaan keuangan negara. “Karena kami sering diperingatkan oleh BPK, BPKP, Kepolisian, Kejaksaan, termasuk KPK, dalam persoalan pembiayaan keolahragaan ini,” kata Imam. 

Sebab itu, kedepan, Imam menghendaki agar peningkatan prestasi olahraga nasional, hanya mengandalkan pembiyaan dari peran dan tanggung jawab perusahaan-perusahaan plat merah (BUMN), serta swasta, juga donasi masyarakat Indonesia.

Selain menyalahkan APBN, Imam juga menyoroti kinerja Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima). Imam tak merinci sorotan apa yang dia maksud atas kinerja badan olahraga prestasi di kementeriannya selama ini.

Yang pasti, dia mengatakan, kegagalan SEA Games tahun ini, mendesak dia mengevaluasi Satlak Prima. Termasuk bakal merombak susun kepengurusan di Satlak Prima. “Akan saya kaji dengan mendalam. Pekan depan akan selesai semua evaluasi SEA Games ini,” ujar dia.

Meski begitu, kegagalan Indonesia di SEA Games tahun ini tetap harus dibilang sebagai kemerosotan paling tajam dalam  prestasi olahraga nasional. Alih-alih menyabet gelar sebagai juara umum seperti yang diinginkan Presiden Joko Widodo, Indonesia bahkan terbukti tidak sanggup mendongkrak peringkat dari gelaran serupa dua tahun lalu. 

Masyarakat Indonesia, kecewa. Wakil Presiden Jusuf Kalla juga mengaku hal erupa. Wapres mengatakan, prestasi Kontingen Indonesia di SEA Games tahun ini, jauh meleset dari target yang direncanakan. 

Soal meleset dari target ini, Imam pun memohon ampunan. “Terkait dengan tidak terpenuhinya target medali, saya mohon maaf,” ujar Imam.

Penutupan SEA Games, Rabu (30/8), cuma menempatkan Indonesia di peringkat ke-5. Tak beranjak dari gelaran serupa dua tahun lalu. Lebih buruk, karena Indonesia cuma berhasil membawa pulang 38 medali emas dari 191 perolehan medali yang diraih.

Kegagalan di SEA Games tahun ini patut diingat sebagai yang paling buruk dalam sejarah prestasi olahraga Indonesia. Tak usah terlalu jauh ke belakang, di tiga SEA Games sebelum ini saja tolok ukurnya. 

Di SEA Games 2011, Indonesia sebagai tuan rumah berhasil menjadi juara umum dengan 182 medali emas dari total 476 medali yang diraih. Gelar juara umum ketika itu, menjadi yang ke-10 kalinya milik Kontingen Garuda, terbanyak dalam sejarah SEA Games.

Pada SEA Games 2013 di Myanmar, Indonesia anjlok ke peringkat ke-4, tetapi mampu membawa pulang 64 medali emas dari 258 medali yang dibawa pulang. Pada SEA Games 2015 di Singapura, Indonesia terus turun ke peringkat ke-5, dengan 47 medali emas dari 182 perolehan medali.

SEA Games 2017, Presiden Jokowi sempat meminta target juara umum. Tetapi, ambisi itu diralat. Menko PMK Puan Maharani mengatakan, Presiden cuma minta Kontingen Indonesia membawa sedikitnya 55 medali emas dari 37 cabang olahraga (cabor) yang diikuti para atlet Garuda. SEA Games Malaysia tahun ini, ada 38 cabor. Indonesia mengirimkan 535 atletnya.

Ketua Satlak Prima Laksamana (Purnawirawan) Achmad Sutjipto menerangkan, badan prestasi yang dia pimpin, setuju dengan ralat target  itu. Sejak awal Satlak Prima punya ambang atas dan bawah dalam target SEA Games tahun ini.

Ambang bawah, Satlak Prima cukup meminta Kontingen Indonesia membawa pulang 47 medali emas. Batas atas, cukuplah dengan 62 medali emas. “Jalan tengah kita ambil target 55 medali emas,” kata Achmad. 

Paling penting dari target itu, dia mengatakan, memastikan Indonesia, naik peringkat dari SEA Games 2015. Tetapi, tengok saja hasilnya, benar-benar jauh dari harapan. 

Namun, Achmad pun sama seperti Imam. Dia menyalahkan APBN sebagai salah satu faktor kegagalan. “(Sebanyak) 80 persen pemberitaan di surat kabar mengatakan, kegagalan ini karena anggaran. Artinya ya, itu (anggaran) masalahnya,” kata dia, Kamis (31/8).

Kesalahan paling fatal dalam anggaran, Achmad menerangkan, terkait dengan ketatnya sistem pencairan keuangan negara untuk kebutuhan para atlet. Dia mengatakan, kemandegan uang negara untuk kebutuhan atlet di SEA Games, sudah terasa sejak Januari.

Ketika itu, dia mengatakan, Kementerian Keuangan mengeluarkan aturan ketat. Yaitu, meminta semua transaksi pembiayaan kebutuhan olahraga lewat transaksi nontunai. Itu artinya, kata dia, mengharuskan semua atlet memiliki rekening. 

Yang paling membikin Satlak Prima pusing, kata Achmad, soal minimal pengadaan alat olahraga di atas Rp 200 juta, yang haru lewat lelang terbuka. “Masalahnya, kita ini, olahraga 100 persen dibiayai oleh negara,” ujar Achmad. 

Achmad menilai, administrasi keuangan negara yang super ketat, tak mampu meladeni kegiatan-kegiatan keolahragaan. Seluruh atlet, dia menuturkan, harus mengikuti proses administrasi pencairan APBN. “Semua harus kontraktual,” ujar Achmad.

Mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) itu mencontohkan dampak dari sistem keuangan negara di olahraga. Setiap atlet dituntut berlatih lalu dicatat pelatihannya agar dibikin pertanggungjawaban supaya uang dari APBN bisa turun. Dengan begitu, dia menerangkan, atlet tidak akan jalan latihan. 

“Karena berlatih, sudah pasti ada pengeluaran dana yang dikeluarkan,” kata Achmad. Makin runyam, dia mengatakan, tak semua atlet mengikuti pelatihan nasional. 

Dia mengatakan, semestinya, semua atlet yang akan berlaga di gelanggang internasional, masuk kamp pelatihan yang sudah ditentukan oleh Satlak Prima. Contohnya, dari cabang atletik, kamp pelatihannya ada di Jakarta.

Pemusatan latihan tersebut juga dibiayai negara. Termasuk penginapan, makanan dan nutrisi, juga uang saku serta akomodasi. Persoalannya, tak sedikit para atlet yang memilih tinggal dan latihan di rumah dan lingkungannya sendiri, lalu mengklaim diri belum menerima uang saku dan akomodasi.

Apapun alasannya, Achmad juga seperti Imam, memilih mengambil tanggung jawab atas kegagalan Indonesia di SEA Games tahun ini. Bedanya, Achmad bersedia mengundurkan diri. Tetapi, pilihan mundur hanya kalau diminta.

“Saya tentara. Saya diperintahkan komandan saya, saya laksanakan,” ujar dia. 

Dia menerangan dalam doktrin militer, tak boleh ada kamus mundur. “Tapi, kalau diminta mundur, saya siap,” kata dia, menyambung. 

Achmad meminta agar pembelaan dia dapat diterima. Dia mengatakan, jika memaksa harus memberi cap gagal maka agar masyarakat juga memahami, jumlah medali yang dibawa Indonesia itu terbaik ketiga setelah Malaysia, dengan 323 total medali, dan Thailand dengan 246 medali. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement