Kamis 09 Feb 2017 06:40 WIB

Jaga Kualitas, Kurikulum Pesantren Distandardisasi

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah santri membuat Lampu Listrik Mandiri Rakyat (Limar) di Pesantren Darul Hidayah, Kota Bandung (Ilustrasi)
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Sejumlah santri membuat Lampu Listrik Mandiri Rakyat (Limar) di Pesantren Darul Hidayah, Kota Bandung (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kementerian Agama akan melakukan standardisasi kurikulum pesantren untuk memastikan terselenggaranya pendidikan yang bertanggung jawab dan kualitas yang terjaga. Kemenag sendiri tak akan mencampuri terlalu jauh kehidupan pesantren, karena itu penyusunan standard kurikulum pesantren juga tidak bottom up.

Direkrur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, Mochsen, menjelaskan, dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam, ada kriteria legalitas pesantren. Suatu lembaga disebut pesantren bila memenuhi lima kriteria yakni memiliki kiai, santri, pondok, masjid atau mushala, dan ada pembelajaran.

Pesantren yang ada saat ini terdiri atas pesantren salafiyah dan pesantren moderen. Keduanya perlu punya kerangka acuan pendidikan. Standardisasi kurikulum ini mengarahkan kerangka dasar pendidikan pesantren. Sementara penjabarannya kembali ke pesantren. Pendekatan standardisasi kurikulum pesantren juga tidak top down, tapi dirancang bersama pesantren.

''Kemenag tidak ingin mencampuri jauh kehidupan pesantren. Karena itu, standardisasi kurikulum akan dilakukan bersama pesantren agar terselenggara pendidikan yang bertanggung jawab dengan kualitas terjaga,'' kata Mochsen, Rabu (8/2).

Standardisasi kurikulum ini juga bagian dari pembinaan dan pengawasan Kemenag terhadap pesantren agar lebih terarah dan berkualitas pendidikannya. Pada tahap awal, Kemenag akan memetakan dulu pesantren yang ada dan melakukan sosialisasi. Standardisasi akan dimulai dari pesantren salaf yang representatif lebih dulu terutama di Jawa, Banten, Aceh, dan Sulawesi Selatan.

"Ini bukan berarti pesantren moderen tidak penting, tapi prosesnya akan dilakukan kemudian. Selain itu, akan ada juga standar kompetensi ustaz yang mengajar di pesantren," ujarnya.

Salah satu paradigma pendidikan adalah kualitas, akuntabilitas, dan tanggung jawab. ''Ini perlu ada juga pada pesantren mengingat pesantren saat ini telah jadi bagian sub sistem pendidikan nasional,'' ungkap Mochsen.

Pembahasan standardisasi kurikulum pesantren akan dibahas melalui forum diskusi terfokus (FGD) bersama perwakilan persantren. Kemenag sedang mempersiapkan FGD tersebut dan rencananya Maret 2017 ini FGD sudah bisa dimulai.

Kementerian Agama mencatat pada 2013/2014, jumlah pesantren 27.229 pondok di Indonesia. Dari jumlah itu, 13.336 pesantren atau 48,87 persennya merupakan pesantren yang hanya menyenggarakan kajian kitab (pesantren salafiyah) dan 13.893 pesantren sisanya adalah pesantren yang menyelenggarakan kajian kitab dan layanan pendidikan lain (pesantren moderen).

Pada 2014/2015, jumlah pesantren menjadi 28.961 pesantren yang terdiri atas 15.057 pesantren salafiyah dan 13.904 pesantren modern.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement