Selasa 31 Jan 2017 18:00 WIB

'Perintis' yang Kini Mati Suri

Red:

Bangunan di kawasan Jalan Mohammad Hatta, Kota Ta sikmalaya, itu tampak kusam. Letaknya bersebelahan dengan Monumen Nasional Tugu Koperasi yang kondisinya tertutup alang-alang. Deretan kain berjajar meng gan tung di dekat pintu masuk bangunan tersebut. Deru mesin sayup terde ngar. Itulah bangunan pabrik tekstil bernama "Perintis" yang sudah ber diri sejak 1952. Di akhir tahun 60-an sampai awal 70-an, pabrik tenun yang menggunakan mesin buatan Jepang itu sempat menjadi primadona indus tri tekstil di kawasan Priangan Timur.

Kepala Pabrik Tekstil Perintis, Sahidin, menjadi saksi atas kejayaan pabriknya tersebut. Dulu pabrik ter sebut bisa mempekerjakan seratus an orang. Namun, kini hanya sekitar 44 orang yang bekerja di sana. Se ba gi an besar merupakan pe gawai la ma. Perintis pun terancam gu lung tikar. "Mungkin hanya me nunggu ajal saja memang ke ber adaan pabrik tenun ini," ujar Sa hidin, yang sudah bekerja di pa brik tersebut sejak 1964, per te ngahan Januari lalu.

Pabrik Perintis dijalankan oleh pihak ketiga dari Bandung dengan pro duksi kain setengah jadi sebanyak 200 kodi setiap pekannya. Hasil pro duksi itu ha nya untuk memenuhi pe sanan rutin ke Nusa Tenggara Barat dan Bali. Bahan tenunan berupa kain sarung itu pun harus diolah kembali agar mem punyai nilai eko no mis yang le bih tinggi. Akan tetapi, menurut Sa hidin, harga penjualan tenun ini tak mampu menutup biaya kebu tuh an pabrik. Termasuk untuk men jaga kondisi mesin yang usia nya sudah tua. "Mesin juga banyak yang tidak jalan karena rusak dan belum dapat onderdilnya," kata dia.

Bukan hanya mesin yang tua, kon disi bangunan pabrik pun su dah banyak yang lapuk, seperti bagian atapnya. Bahkan, saat hu jan deras turun disertai angin ken cang, para pegawai harus dipulangkan. Sebab, Sahidin khawatir bangunan pabrik ambruk dan mem bahayakan kesela matan para pegawainya.

Sahidin masih berharap pabrik bersejarah ini bisa bertahan. Karena itu, ia pun meminta perhatian dari pemerintah. Khususnya terkait ban tuan permodalan. Untuk meng ganti mesin menjadi lebih modern, mi sal nya, dibutuhkan setidaknya lebih dari Rp 500 juta. "Dengan adanya ban tuan pemerintah, saya yakin ma sih bisa beroperasi. Meskipun memang dibu tuh kan modal sangat besar ka rena mesin yang diperlukan juga cukup mahal harganya," ujar dia.

Pabrik Perintis ini sudah menjadi bagian dalam hidup Ukon Darli. Ba pak berusia 73 tahun itu meru pakan salah satu pegawai senior di pabrik tersebut. Ukon bertahan lantaran tak punya sumber peng has ilan lain untuk menghidupi keluarganya. "Mungkin setelah meninggal baru saya berhenti bekerja di sini," ujar Ukon. ¦ ed: irfan fitrat

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement