Selasa 31 Jan 2017 18:00 WIB

Memacu Pangsa Pasar Bank Syariah

Red:

JAKARTA -- Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia, pangsa pasar perbankan syariah di Tanah Air terbilang sangat kecil. Strategi konkret sangat dibutuhkan untuk memacu laju pangsa pasar.

Pangsa pasar perbankan syariah baru bisa menyentuh angka 5,12 persen pada akhir tahun lalu setelah stagnan pada level empat persen dalam beberapa tahun terakhir. Kenaikan tersebut lebih banyak disumbang konversi Bank Aceh menjadi bank syariah ketimbang pertumbuhan internal.

Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin mengungkapkan, Indonesia merupakan lahan subur bagi ekonomi syariah. Pangsa pasar yang berada pada kisaran lima persen sangat jauh lebih kecil dibandingkan populasi Muslim. "Ini persoalan sosialiasi bank syariah, banyak yang belum paham ekonomi syariah, termasuk pegawainya bank syariah," ujarnya di Yogyakarta, belum lama ini.

Tantangan bagi bank syariah, diakui Lukman, berasal dari kondisi populasi Muslim. Kesejahteraan penduduk Muslim belum merata. Kondisi ini ditambah dengan minimnya sumber daya insani yang mumpuni dalam bidang ekonomi syariah.

Perguruan tinggi dinilai bisa menjawab tantangan tersebut. Kurikulum ekonomi syariah perlu dibuat untuk menghasilkan alumni yang berkualitas di pasar kerja. Lukman mengungkapkan, Kementerian Agama sudah menerbitkan sekitar 101 izin program studi ekonomi syariah, muamalah, dan bank syariah.

Pemerintah pun telah mendorong pertumbuhan bank syariah lewat berbagai upaya. Dari sisi regulasi, pemerintah dan otoritas telah menyediakan UU Perbankan Syariah dan UU Penyelenggaraan Haji.

"Seluruh penerimaan haji sekarang dipindah dari bank konvensional ke syariah sebagai bukti komitmen pemerintah kembangkan ekonomi syariah," ujar Lukman. Selain itu, pemerintah juga telah membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang diketuai Presiden Joko Widodo.

Meski demikian, totalitas dukungan pemerintah dibutuhkan mengingat pertumbuhan bank syariah belum mampu mendorong pangsa pasar. Wholesale Banking Director Bank Syariah Mandiri (BSM) Kusman Yandi mengungkapkan, selama 15 tahun terakhir, aset bank syariah tumbuh hingga 39,8 persen. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan bank konvensional yang tumbuh 16 persen sampai 17 persen. Hanya, pertumbuhan aset tersebut tidak berbanding lurus dengan kenaikan pangsa pasar.

"Kita (bank syariah) tumbuh dua kali lipat, tapi tidak cukup /nendang untuk ambil market share konvensional. Karena empat tahun terakhir kita tumbuh melambat, itu menyebabkan stagnasi market share bank syariah tak bergerak di 4,8 persen," ujarnya.

Untuk menaikkan pangsa pasar, bank syariah di sejumlah negara mendapatkan dukungan total dari pemerintah. Dia mencontohkan bank syariah di Malaysia dan Bahrain yang mendapatkan dukungan dalam penempatan dana pemerintah dan BUMN setempat.

"Ini dapat mempercepat market share. Di Malaysia, pangsa pasar perbankan syariah bisa 20 persen-25 persen, Bahrain 27,7 persen. Itu karena ada dukungan all out dari pemerintah," katanya.

Kondisi tersebut dinilai berbeda dengan Indonesia. Karena, bank syariah di Tanah Air lebih banyak diserahkan oleh mekanisme pasar. Upaya mendorong bank syariah juga dianggap terlambat. Buktinya, payung hukum bank syariah, yakni Undang-Undang Perbankan Syariah, baru diterbitkan pada 2008. Padahal, bank syariah sudah ada sejak 1992. "Tanpa dukungan pemerintah, kita jalan di tempat," ujarnya.

Meski demikian, dia mengakui dukungan pemerintah untuk bank syariah sudah konkret dari sisi regulasi, pengelolaan dana, kelembagaan, hingga investasi keuangan. Dari sisi regulasi, pemerintah menerbitkan UU Perbankan Syariah Nomor 21/2008, UU Penyelenggaraan Haji Nomor 13/ 2008, dan UU SBSN Nomor 19/2008. Bank syariah juga kini telah mengelola dana haji, pembayaran gaji PNS, dan rekening khusus.

Sedangkan, dari sisi kelembagaan di otoritas keuangan sudah memiliki Komite Nasional Keuangan syariah, Dewan Syariah Nasional, Departemen Perbankan Syariah OJK, dan Masyarakat Ekonomi Syariah. Untuk investasi keuangan, saat ini sudah ada surat berharga syariah negara dan sukuk.

Saat ini, bank syariah asal Indonesia di ASEAN hanya diwakili oleh BSM dari sisi aset. Bank syariah dengan aset terbesar di Indonesia tersebut menjadi satu-satunya wakil Indonesia di 15 besar bank syariah dengan aset terbesar di ASEAN. Namun, aset BSM belum masuk dalam 10 besar di ASEAN. "Di ASEAN, kami nomor 11, posisi 1-10 diduduki bank syariah asal Malaysia. Ini tantangan bagi kami," ujar Direktur Utama Bank Syariah Mandiri, Agus Sudiarto.

Aset BSM, kata Agus, sudah mendekati Rp 80 triliun. Jumlah aset ini menempatkan BSM di posisi 18 dalam peringkat bank nasional. "Kami sudah di atas Bank Mega dan di bawah Bank Bukopin," ujarnya.

Posisi itu dimiliki BSM dengan dukungan dari penempatan dana haji. Saat ini, BSM memegang Rp 18 triliun dari Rp 40 triliun dana haji. Akan tetapi, Agus mengakui dukungan pemerintah selama ini belum cukup untuk menggenjot pangsa pasar. "Umat Islam Indonesia terbesar di dunia, tapi market share bank syariah baru lima persen. Itu juga sudah didukung pemerintah dengan dana haji," ujarnya.

Akan tetapi, BSM mampu menempati posisi 10 di tingkat ASEAN dari sisi jumlah pendanaan. Hingga Juni 2016, BSM mencatat pendanaan 4,828 juta dolar AS atau dalam laporan keuangannya mencapai RP 64 triliun, lebih besar dari Bank Muamalat Malaysia Bhd dengan pendanaan 4,659 juta dolar AS. Sementara, posisi 1-9 dalam pendanaan terbesar masih ditempati bank syariah asal Malaysia.

Selain itu, BSM masuk peringkat 10 besar bank syariah dengan total pembiayaan terbesar di ASEAN. Pembiayaan BSM sebesar 3,975 juta dolar AS (Rp 52,7 triliun) berada di posisi 10 di atas Bank Muamalat Malaysia BHD dengan 3,673 juta dolar AS. Posisi 1-9 dalam peringkat tersebut juga diduduki bank syariah Malaysia.  ed: satria kartika yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement