Selasa 31 Jan 2017 18:00 WIB

Pemkot Tangerang Dinilai Paksakan Proyek PLTSa

Red:

TANGERANG -- Megaproyek pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di Kota Tangerang yang kini sudah dalam tahap penjajakan pasar dinilai terlalu dipaksakan. LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan, proyek itu harus dihentikan karena Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang tidak memiliki cukup kajian tentang sampah di wilayah tersebut.

''Sebaiknya dihentikan seterusnya, kalau bisa. Bahkan, Kota Tangerang itu belum ada kajian jenis sampah setahu saya. Kajiannya pun belum ada. Tadinya, IFC Group di bawah World Bank akan melakukan kajian dulu, cuma dibatalkan," ujar Manajer Kampanye Urban dan Energi Walhi, Dwi Sawung, kepada Republika, Senin (30/1).

Jika sudah ada kajian, Sawung menjelaskan, sebenarnya akan terlihat apakah proyek itu layak atau tidak layak untuk dilanjutkan. "Pengelolaan apa sih sebenarnya yang bisa dilakukan sesuai dengan jenis sampah di Tangerang, kemampuan pembiayaan di Tangerang, nanti bisa terlihat," katanya.

Menurut Sawung, tanpa ada kajian sebelumnya, sulit menyatakan bahwa teknologi sampah seperti apa yang paling layak untuk Kota Tangerang. "Kebanyakan pemda-pemda itu merasa bahwa ini solusi terbaik dan melihat bahwa listrik nanti mereka nggak usah bayar apa pun, padahal nggak seperti itu," ujarnya.

Sawung mengatakan, akan ada biaya yang sangat mahal untuk membayar teknologi yang membahayakan alam tersebut. Lebih lanjut, ia menilai Pemkot Tangerang sama sekali belum siap untuk mengembangkan proyek PLTSa tersebut, bahkan terkesan memaksakan diri. "Belum siap, belum ada unsur yang memaksa, untuk sampai dia (Pemkot Tangerang) menaruh kesimpulan hanya PLTSa satu-satunya jalan," katanya.

Pemkot Tangerang, Sawung menambahkan, tidak bisa menjadikan alasan megaproyek PLTSa diteruskan hanya berdasarkan Perpres Nomor 3/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Apalagi, Perpres Nomor 3/2016 tersebut tidak spesifik membahas tentang PLTSa.

Selain itu, lanjut Sawung, berkas-berkas pengajuan proyek PLTSa oleh Pemkot Tangerang masih menggunakan Perpres Nomor 18/2016 tentang Pembangkit Listrik Berbasis Sampah yang sudah dibatalkan di Mahkamah Agung (MA). "Saya juga lihat dokumen-dokumennya dia (pemkot). Masih pakai Perpres Nomor 18, kalau Perpres Nomor 3 kan infrastruktur secara umum," ujarnya.

Sawung menyayangkan sikap Pemkot Tangerang yang seperti memaksakan proyek tersebut terus berjalan tanpa ada kajian yang lebih matang. ''Kalau kami lihat sih seharusnya pending dulu karena kami sudah menang, gugatannya sudah dikabulkan oleh MA. Harusnya walaupun putusan peradilan belum kami peroleh, berhenti dululah, gitu," ujarnya menjelaskan.

Sebelumnya, proyek PLTSa tersebut terus berjalan dan sudah dalam tahap penjajakan pasar sejak pekan lalu. Proyek strategis nasional tentang pengelolaan sampah yang dituangkan dalam Perpres Nomor 3/2016 dan Perpres Nomor 18/2016 itu ditentang Walhi dan dikabulkan oleh MA. Namun, untuk Perpres Nomor 3/2016 masih tetap berjalan. "Kami tetap mengacu pada peraturan semuanya. Jadi, memang ada peraturan yang Perpres Nomor 3/2016 yang di antaranya Kota Tangerang, Semarang, dan Makassar yang memang tiga kota ini ditunjuk untuk pengelolaan sampah," ujar Wakil Wali Kota Tangerang Sachrudin.

Sachrudin menjelaskan, terkait tuntutan Walhi yang dikabulkan MA, ada perpres yang dihapus dan tidak dihapus. Perpres yang dihapus adalah yang tidak berkaitan dengan Kota Tangerang terkait proyek strategis PLTSa.

PLTSa diperhitungkan akan menghasilkan energi 12 megawatt untuk pengolahan sampah sebanyak 1.000 ton. Sachrudin menambahkan, listrik yang dihasilkan dari sampah tersebut akan dijual ke PLN untuk menambah pasokan listrik PLN.

Saat ini, rasio timbunan sampah di Kota Tangerang yang memiliki jumlah penduduk kurang lebih 1,9 juta orang sebanyak 5.602 meter kubik per hari, atau setara 1.400 ton per hari. Sampah tersebut dinilai bisa memenuhi angka yang dibutuhkan tiap hari untuk menghasilkan 12 megawatt dari PLTSa yang akan dibangun.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Ivan Yudhianto menjelaskan, Perpres Nomor 3/2016 akan digunakan untuk kelanjutan proyek PLTSa. Namun, lanjut dia, memang tidak spesifik seperti Perpres Nomor 18/2016. "Kami haruskan jadikan listrik, kalau nggak, nanti malah jadi kompos," ujarnya.

Oleh karena itu, kata Ivan, investor dituntut memberikan teknologi terbaik untuk membuat sampah menjadi energi listrik dengan kapasitas sampah 1.000 ton per hari. Ia menambahkan, kerja sama pengelolaan sampah bersama investor akan menghabiskan waktu pembangunan infrastruktur sekitar tiga tahun. Setelah itu, baru bisa dioperasikan untuk pengolahan sampah menjadi energi listrik. n cr02 ed: endro yuwanto

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement