Senin 16 Jan 2017 14:00 WIB

Gerakan Subuh Berjamaah, Menjaga Spirit 212

Red:
Ribuan umat Islam mengikuti kegiatan salat Subuh berjamaah dan Tabligh Akbar Politik Islam (TAPI) yang diselenggarakan oleh GNPF MUI di Masjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, Ahad (15/1).
Foto: Raisan Al Farisi/Republika
Ribuan umat Islam mengikuti kegiatan salat Subuh berjamaah dan Tabligh Akbar Politik Islam (TAPI) yang diselenggarakan oleh GNPF MUI di Masjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, Ahad (15/1).

Waktu baru menunjukkan pukul 02.00 WIB. Namun, satu demi satu umat Muslim mulai menjejakkan kakinya di kompleks Masjid Agung Al-Azhar, Jalan Sisingamangaradja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Ahad (15/1).

Tujuan mereka selaras, yaitu menghadiri Shalat Subuh berjamaah yang dilanjutkan dengan Tablig Akbar Politik Islam bertajuk 'Memilih Pemimpin Muslim'. Jamaah yang hadir semakin membeludak jelang azan sekira pukul 04.30 WIB.

Bahkan, menurut pantauan Republika di lapangan, kemacetan pun tak terhindarkan di jalan-jalan yang menjadi akses menuju Masjid Agung Al-Azhar. Tampak ratusan kendaraan bermotor roda dua dan roda empat memadati sekitar kompleks masjid.

Sementara di dalam Masjid Agung Al-Azhar, ruang utama masjid tak mumpuni lagi untuk menampung jamaah. Jumlahnya diperkirakan ribuan orang. 

Robby Ibrahim, Muslim yang berdomisili di Pondok Pinang, Kebayoran Lama, tampak begitu antusias menghadiri kegiatan tersebut. Menurut dia, begitu banyaknya umat Islam yang memadati Masjid Al-Azhar, menandakan mereka memahami betul makna Shalat Subuh berjamaah.

Bukan hanya dari sisi spiritual semata, melainkan dari sisi politik.

"Saya bangga. Persatuan umat Islam terlihat. Itu artinya, spirit 212 masih ada," ujar Robby kepada Republika.

Spirit 212 mengacu kepada aksi jutaan Muslim di seluruh Indonesia pada 2 Desember 2016, yang bertujuan membela Alquran yang dinilai telah dinistakan oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama.

Robby menambahkan, banyaknya jamaah Shalat Subuh layaknya seperti saat melaksanakanShalat Jumat bisa dijadikan sebagai tolok ukur kebangkitan Islam. Hal senada disampaikan Muhammad Andri, jamaah lainnya.

Andri percaya, banyaknya Muslim yang mengikuti Shalat Subuh berjamaah merupakan tanda kebangkitan Islam.

"Harapannya kebangkitan umat Islam terus berlangsung," katanya.

Rasa senang juga Andri lontarkan karena Shalat Subuh berjamaah menyiratkan persatuan dan kesatuan umat Islam.

Shalat Subuh berjamaah yang diikuti Tablig Akbar Politik Islam ini diselenggarakan atas kerja sama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI), pengurus Masjid Agung Al- Azhar, dan Pengajian Politik Islam (PPI). Sejumlah tokoh nasional tampak hadir, antara lain Koordinator GNPF-MUI Ustaz Bachtiar Nasir, Ketua Umum Syarikat Islam Hamdan Zoelva, dan mantan ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Amien Rais.

Turut hadir pula dua kandidat gubernur dan wakil gubernur  DKI Jakarta, yaitu Anies Baswedan dan Sylviana Murni. Ketua Imam Islam Indonesia sekaligus penasihat PPI KH Cholil Ridwan mengatakan, diskusi perihal politik di masjid, bukan sesuatu yang tabu. Sebab, Nabi Muhammad SAW juga kerap membahas politik beserta strateginya di Masjid Nabawi.

"Kita tidak perlu ragu dan takut bicara politik di masjid, seperti zaman penjajah. Sekarang sudah merdeka. Masjid harus menjadi pusat strategi politik dan ekonomi sama seperti yang dilakukan Rasulullah," ujar Cholil.

Oleh karena itu, dia mengimbau agar umat Islam menghidupkan masjid sebagai pusat kajian dan diskusi politik Islam. Selain bertujuan agar Muslim tidak dipermalukan, imbauan ini bertujuan agar lokomotif dakwah bagi umat Islam terus bergerak. Momennya sekarang adalah pemilihan kepala daerah di sejumlah daerah, termasuk DKI Jakarta.

"Jadi kalau pilkada, ingat strategi politik Islam," kata Cholil.

Bachtiar menjelaskan, pengajian politik Islam adalah lembaga strategis untuk mempertemukan umat Islam dengan calon pemimpinnya. Kegiatan ini juga merupakan lembaga kajian dan musyawarah antara umat dan tokoh umatnya.

Sebagai bagian dari GNPF-MUI, Bachtiar tidak mengarahkan masyarakat Ibu Kota yang hadir untuk memilih salah satu dari dua calon gubernur Muslim. Namun yang penting, pemimpin yang dipilih harus beragama Islam. Ini menjadi bagian dari proses demokrasi di Tanah Air.

"Di mana warga negara tidak bertentangan dengan demokrasi jika memilih calon pemimpin, yang berdasarkan keyakinannya dan sesuai dengan kepercayaannya," ujar Bachtiar.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva menambahkan, masifnya Muslim yang hadir di Masjid Agung Al-Azhar, menunjukkan semangat umat Islam dalam mewujudkan kepemimpinan Muslim dalam politik Islam di Indonesia. Sebab, salah satu persoalan keumatan di negeri ini adalah persatuan berkaitan dengan politik.

"Kita memiliki masalah masalah keumatan yang harus diselesaikan bersama. Karena itu, PPI berharap perlunya politik Islam melalui umat. Ada tiga hal kepemimpinan politik umat, persatuan umat, dan ekonomi umat," ujar Hamdan.

Ia mengungkapkan, setelah reformasi, tidak dapat dimungkiri, suasana yang muncul adalah kehidupan yang sangat bebas, terutama dalam kehidupan demokrasi. Dalam sistem politik yang bebas, kemenangan politik ternyata ditentukan oleh kekuatan ekonomi.

"Inilah masalah umat Islam kini karena tidak memiliki kekuatan ekonomi dan politik, akhirnya kita hanya mengekor dalam kehidupan demokrasi kita," kata Hamdan.

Dia juga menambahkan, kekuatan dan kebersamaan suasana keislaman yang muncul pada akhir 2016 lalu lewat Aksi 411 dan 212 telah memunculkan semangat baru umat Islam. Walaupun berbeda mahzab, kaum Muslim bisa bersatu dalam kekuatan politik.

Aspek lain yang tidak kalah penting, menurut Hamdan, adalah melahirkan pemimpin Muslim yang berkomitmen dan berintegritas dengan nilai-nilai Islam. Sebab, akan sia-sia apabila ada pemimpin Muslim, tetapi tidak bisa mengaktualisasikan nilai-nilai Islam dalam pemerintahannya.

"Itulah tujuan pengajian politik Islam, menghadirkan kekuatan politik Islam, kemudian menghadirkan pemimpin Islam berkualitas dan menyadarkan kekuatan ekonomi umat," ujar Hamdan.

Gerakan di daerah

Selain di Jakarta, gerakan Shalat Subuh berjamaah juga digelar di Masjid Pusdai Kota Bandung, Jawa Barat, dan Masjid Al-Araf Rangkasbitung Kabupaten Lebak, Banten. Gerakan ini melanjutkan momentum serupa yang digelar pada 12 Desember 2016.

Menurut Ustaz Asep Komar Hidayat, Gerakan Shalat Subuh Berjamaah dinilai dapat meningkatkan amar ma'ruf nahi mungkar (mengajak kebaikan dan mencegah keburukan), membiasakan kedisiplinan akan waktu, serta memperkuat silaturahim.

"Manfaatnya luar biasa," ujar Asep yang juga kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Lebak. Gerakan Shalat Subuh Berjamaah, menurut dia, juga dapat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.      rep: Fuji Eka Permana, Amri Amrullah, Muhammad Fauzi Ridwan/antara, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement