Kamis 12 Jan 2017 18:00 WIB

Memeratakan Akses Listrik

Red:

 

Republika/Yasin Habibi            

 

 

 

 

 

 

 

 

Pembangunan pembangkit listrik tetap menjadi prioritas pemerintah. Pemerintah akan memfokuskan pembangunan di daerah-daerah terpencil. Saat ini, ada sekitar 2.500 desa dari Sabang sampai Merauke yang belum terlistriki.  

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan, pemerataan di sektor kelistrikan mutlak dilakukan. Angka rasio elektrifikasi di setiap provinsi berbeda-beda. Bahkan ada yang sangat timpang satu sama lain.

Di Provinsi Papua, jelas Jonan, rasio elektrifikasi baru mencapai 46,47 persen. Lebih dari separuh rumah tangga di sana belum menikmati listrik. Sementara di Pulau Jawa, rata-rata telah berada di atas 90 persen.

"Mengingat ketersedian listrik harus merata secara nasional, maka perlu percepatan upaya melistriki daerah - daerah yang masih belum terlistriki," kata Jonan dalam sebuah diskusi mengenai kelistrikan, belum lama ini.

Jonan telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 Tahun 2016 untuk mewujudkan peningkatan rasio elektrifikasi di 2.500 desa. Peraturan itu mengatur tentang Percepatan Elektrifikasi di Perdesaan Belum Berkembang, Terpencil, Perbatasan, dan Pulau Kecil Berpenduduk melalui Pelaksanaan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik berskala Kecil.

Jonan menuturkan, Kementerian ESDM akan menugaskan PLN guna merealisasikan target tersebut.  Setidaknya, listrik bisa digunakan oleh pelanggan pada jam-jam kerja. "Sekurang-kurangnya delapan jam sehari,  kalau bisa 24 jam ya Alhamdulillah," ujarnya.

Pemerintah juga akan mengembangkan energi baru terbarukan untuk pembangkit listrik.  Saat ini, EBT baru menyumbang 10 persen di sektor kelistrikan.  Meski demikian, energi fosil dan gas tetap dipakai. "Karena ini negara kepulauan dari sabang-merauke, kita memanfaatkan berbagai jenis energi," tutur Jonan.

Presiden Joko Widodo telah meluncurkan Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik 35.000 Mega Watt (MW). Hingga saat ini, kemajuan dari program tersebut adalah tahap perencanaan mencapai 7.654 MW, tahap pengadaan 10.331 MW, tahap kontrak yang belum konstruksi 7.641 MW, tahap kontrak konstruksi 9.512 MW, dan tahap COD/SLO 339 MW.

"Pada akhir tahun 2016 mencapai 90,15 persen, " tutur Jonan. Guna mendorong pencapaian target tersebut,  pemerintah telah menerbitkan peraturan penting lainnya di sektor ESDM yang mendukung paket kebijakan ekonomi, khususnya di sub sektor ketenagalistrikan.

Antara lain  Perpres Nomor 4/2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Di samping itu, 11 Peraturan Menteri ESDM dan satu Keputusan Menteri ESDM juga telah diterbitkan. Konsumsi listrik per kapita hingga Agustus 2016 sebesar 947,7 kWh dengan perkiraan sampai akhir tahun mencapai 956 kWh.

Sedangkan untuk target konsumsi listrik nasional 2017 berdasarkan rencana strategis Kementerian ESDM sebesar 1.058 kWh per kapita. Menurut Jonan, kenaikan konsumsi per kapita setiap tahunnya menunjukkan penggunaan listrik di masyarakat terus bertambah.

''Selain itu, pertambahan penggunaan listrik juga digunakan oleh industri-industri untuk memproduksi barang-barang yang didistribusikan baik di dalam maupun luar negeri," ujar Jonan.

PLN menyanggupi penugasan pemerintah melistriki seluruh desa di Indonesia pada 2019. Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN, I Made Suprateka menuturkan, ada dua sisi yang terlihat dari pencanangan target tersebut.

Pertama, pihaknya bisa meningkatkan jumlah pelanggan. "Satu sisinya lagi dari pemerintah, bagi kita melakukan elektrifikasi ke daerah-daerah, khususnya daerah yg elektrifikasinya belum optimal," ujar Made.

PLN menurut Made telah memiliki program listrik desa dalam rangka Indonesia terang. Program tersebut sejalan dengan target yang ditetapkan. Hingga 2019, kalau dilihat dari jumlah kepala keluarga (KK), masih ada 12.294 rumah tangga sasaran.

Dari 2500 desa tersebut, 2.376 desa yang belum teraliri listrik berada di Papua. PLN,  kata Made, akan mengoptimalkan EBT untuk pembangkit listrik. Namun menurutnya, bisa tergantung dari sebaran lokasi dan potensi daerah yang dituju.

"Kita upayakan itu dulu (EBT), mungkin juga di sana tenaga angin. Kita melihat sebaran penduduk berpencar, kita tetap menggunakan tenaga diesel, fosil tetap digunakan, gas juga," ujarnya. Masih terdapat kendala di lapangan seperti mangkraknya proyek pembangkit listrik.

PT PLN Persero memaparkan perkembangan seputar 34 proyek pembangkit listrik yang  mangkrak. Made menyebut 17 proyek tetap berjalan,  enam lainnya diputuskan kontraknya.  Pendanaan enam proyek itu diambil alih PLN untuk dilanjutkan penyelesaiannya.

Made melanjutkan,  11 proyek tersisa diberhentikan pembangunannya (terminasi) dan dicari opsi pengganti.  Opsi tersebut yakni penyediaan tenaga listrik baik dengan perluasan jaringan transmisi dan gardu induk, maupun dengan pembangkit baru seperti PLTMG maupun PLTD.  

"Ini solusi tercepat menggantikan proyek-proyek yang terminasi itu.  Misalnya PLTU Bengkalis 2 kali 10 megawatt yang prosesnya masih nol,  kini telah digantikan dengan PLTMG Bengkalis 20 MW yang rencananya akan masuk sistem kelistrikan pada awal 2018," kata Made.

Ia menerangkan,  semua proyek yang terkendala berada dalam kontrak pada 2007 hingga 2012. Proyek-proyek yang diterminasi itu berkapasitas 147 MW dan tidak ada satu pun yang masuk dalam program 35 ribu MW.

Made menegaskan, dalam penyelesaian proyek mangkrak ini,  PLN meminta pertimbangan dan verifikasi BPKP dan audit internal. "Sehingga diputuskan menjalankan proyek tersebut, didapatkan nilai kewajarannya,"  tuturnya.  

Sebelumnya, hasil audit BPKP menyatakan ada 34 proyek PLN yang mangkrak.  Total kapasitas sebesar 627,8 MW. "PLN mendukung sepenuhnya bila dilakukan penelitian lebih mendalam tentang proyek-proyek tersebut,"  ujarnya.

Menteri BUMN Rini Soemarno melihat listrik menjadi salah satu fokus perhatian pemerintah untuk dikembangkan. Ia menyarankan, PLN selaku operator bisa bersinergi dengan BUMN lain seperti Pertamina dalam memproduksi listrik.

Menurut Rini,  hal tersebut berdampak positif bagi dua perusahaan pelat merah tersebut. Ia menjelaskan,  untuk PLN,  dalam memproduksi listrik membutuhkan power plant.  Power plant tersebut menggunakan gas.

"Ada yang menggunakan BBM juga di beberapa tempat seperti diesel,  itu semua harus disinergikan,  sehingga cost transportasi lebih murah," katanya dalam Pertamina Energi Forum,  akhir tahun lalu. Setelah disinergikan,  lanjut Rini,  dilihat letak pembangkit listrik.

"Tempatnya di mana, tersedia gasnya di mana,  pipanya di mana,  ini akan mendorong supaya lebih efisien," ujarnya. Dengan demikian, biaya operasional PLN bisa ditekan.       rep: Frederikus Bata, ed: Satria Kartika Yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement