Home > Ojk > Ojk
Selasa , 06 Jun 2017, 11:11 WIB

Jual Beli Saham, Apa Hukumnya?

Red: Dwi Murdaningsih
Antara/Akbar Nugroho Gumay
Sejumlah orang mengamati layar elektronik pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (26/5).
Sejumlah orang mengamati layar elektronik pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (26/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak orang yang masih ragu untuk jual beli saham karena menilai kegiatan itu penuh dengan ketidakjelasan, sehingga haram untuk dilakukan. Walau sudah ada saham yang termasuk dalam kategori syariah, masih saja keraguan itu timbul. Betulkah jual beli saham itu haram?

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) sudah mengeluarkan fatwa mengenai jual beli saham syariah. Fatwanya sudah ada sejak 2011, yang bertajuk Fatwa DSN Nomor 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah Dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.

Dalam fatwa tersebut, perdagangan Efek dilakukan menggunakan akad jual beli. Akad ini dinilai sah ketika terjadi kesepakatan pada harga serta jenis dan volume tertentu antara permintaan beli dan penawaran jual. Pembeli pun boleh menjual efek setelah akad jual beli dinilai sah, walaupun penyelesaian administrasi transaksi pembeliannya (settlement) dilaksanakan di kemudian hari, berdasarkan prinsip qabdh hukmi.

“Kalau beli saham itu secara hukmi sudah terjadi transaksi, maka itu telah terjadi ijab qabul dan sah secara fikih. Karena setelah saham diproses, maka dari ijab qabul itu akan menimbulkan hak dan kewajiban,” kata Wakil Sekretaris Badan Pelaksana Harian DSN MUI Kanny Hidaya.

Karena dilakukan secara hukum, kata Kanny, maka pembeli pun diperbolehkan menjual lagi sahamnya setelah ijab qabul terjadi. “Saran saya kalau saham sedang turun, jangan jual karena akan rugi, maka pilihlah saham syariah yang bagus,” kata dia.

Ia menambahkan, pada saham emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pun telah terdapat penyaringan kategori saham syariah. Untuk persyaratan kriteria saham syariah dilihat dari sisi bisnis dan rasio keuangannya. “Dari core bisnis emiten harus halal, jadi perusahaan yang memproduksi minuman keras sudah pasti bukan saham syariah,” ujar Kanny.

Sementara, kriteria dari rasio keuangan emiten dilihat dari persentase pendapatan non halal maksimal 10 persen dan rasio utang berbasis bunga dibagi total aset. “Ini angkanya harus lebih kecil dari 45 persen, jadi perusahaan yang utangnya banyak itu tidak masuk syariah,” katanya.

Nah, sudah mulai yakin tentang jual beli saham syariah? Yuk, segera nabung saham syariah!

Mau belajar investasi syariah di pasar modal? Follow sosmed pasar modal syariah sbb:
Website: www.akucintakeuangansyariah.com
Fanpage FB: @pasar modal syariah
Twitter: @acekaes
Instagram : @pasar_modal_syariah
Whatsapp Grup : 081807882602
Telegram : @PasarModalSyariah