Senin 09 Jan 2017 17:00 WIB

Penyaluran Kredit Diprediksi Lebih Agresif

Red:

JAKARTA -- Penyaluran kredit perbankan diyakini akan lebih agresif pada tahun ini. Selain karena membaiknya proyeksi perekonomian, kredit bisa tumbuh lebih tinggi karena ada potensi turunnya suku bunga kredit.

Direktur Utama Bank Bukopin Glen Glenardi menilai, suku bunga kredit berpotensi turun pada tahun ini. Apalagi, kondisi likuiditas yang cukup akan mendorong penurunan suku bunga simpanan.

"Besaran suku bunga kredit itu tergantung suku bunga simpanan atau cost of fund. Namun, jika dibandingkan 2016, tampaknya cenderung turun (suku bunga)," ujar Glen kepada Republika, Ahad (8/1).

Ia menilai pertumbuhan kredit pada tahun ini bisa menyentuh angka 12 persen. Namun, kata dia, masih banyak ketidakpastian global yang dapat mengganggu ekonomi domestik sehingga turut memengaruhi penyaluran kredit.

Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo lebih optimistis dengan memproyeksikan pertumbuhan kredit perseroan mencapai kisaran 13 persen pada 2017. Tahun lalu, kredit perseroan tumbuh di kisaran 10-11 persen.

"Pertumbuhan kredit 2016 10-11 persen. Tahun ini kami optimistis bisa tumbuh 13 persen," ujar Kartika, akhir pekan lalu.

Kartika menuturkan, pada 2017 ini, sektor yang mendorong kredit perseroan adalah infrastruktur, korporasi, dan konsumer. Pada segmen korporasi dan infrastruktur, kata dia, pihaknya sudah sangat agresif.

Sedangkan, untuk konsumer, pihaknya akan lebih menggenjot Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang dinilai memiliki permintaan tinggi. "Untuk kredit mikro juga masih bagus, sedangkan NPL masih terkendali," kata Kartika.

Konsolidasi rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) juga sudah berangsur-angsur membaik. Sementara, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK), kata dia, cukup besar di kisaran 12 persen. Ini menunjukkan likuiditas pada akhir tahun ini cukup longgar.

"Industri juga rasanya longgar. Jadi, kalau industri bisa cepat, di awal tahun kan ada lambat, ada ruang penurunan special rate," tutur Kartika.

Adanya dana repatriasi cukup besar yang masuk dalam dua minggu terakhir juga memungkinkan perbankan melakukan penyesuaian di suku bunga deposito. Sementara, cost of fund atau bunga dana diperkirakan akan turun pada awal tahun ini sehingga akan mendorong penurunan suku bunga kredit. "Masih ada ruang (bunga dana) turun di awal tahun," ujarnya.

Bank Pembangunan Jawa Barat dan Banten atau Bank BJB memproyeksikan pertumbuhan kredit pada 2017 sebesar 12-14 persen. Untuk mencapai target tersebut, perseroan akan mendorong kredit ke sektor infrastruktur dan kredit yang dianggap masih sangat prospektif, yakni untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan juga kredit konsumer.

Bank BJB juga terus menekan rasio NPL agar lebih rendah dan ditargetkan berada di level 1,7 persen pada akhir 2017. NPL Bank BJB pada 2016 berada di kisaran dua persen.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, pada 2017 ini bank sentral akan berfokus melonggarkan likuiditas untuk mendorong perbankan menyalurkan kredit. Selain itu, BI juga akan mendorong agar relaksasi makroprudensial lebih berdampak secara penuh kepada perbankan serta dari sistem pembayaran dengan mendorong bantuan sosial.

"Yang kita arahkan, instrumen-instrumen mengenai likuiditas, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Kita arahkan untuk mendorong pertumbuhan dan instrumen suku bunga, nilai tukar, dan surveilance di stabilitas sistem keuangan. Itu lebih diarahkan untuk menjaga stabilitas," ujar Perry, akhir pekan lalu.

Perry mengakui, dampak penurunan suku bunga kredit pada 2016 masih belum optimal. Baru sebesar 0,67 persen secara industri perbankan. Penurunan suku bunga kredit diyakini akan lebih maksimal pada tahun ini dengan upaya bank sentral memastikan ketersediaan likuiditas.

Sementara, dari sisi perbankan, konsolidasi dalam menghadapi NPL diyakini sudah berangsur-angsur selesai pada tahun 2016. Hal ini akan membantu perbankan untuk ekspansi kredit di tahun ini.

"Itu memungkinkan perbankan untuk menyalurkan kredit lebih lanjut bagi petumbuhan ekonomi ke depan, itu yang kami perkirakan akan lebih cepat di paruh kedua 2017," tutur Perry.

Adapun pelonggaran kebijakan makroprudensial, yaitu loan to value (LTV) yang belum optimal pada 2016, kata Perry, disebabkan oleh permintaan kredit properti yang belum meningkat, khususnya untuk KPR.

"Kalau real estat maupun konstruksi, kayaknya sudah meningkat karena pertumbuhannya 18 persen dan 21 persen," kata Perry. Dengan demikian, pada tahun ini bank sentral akan lebih mendorong permintaan kredit sehingga akan tumbuh di kisaran 10-12 persen.      rep: Idealisa Masyrafina, ed: Satria Kartika Yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement