Jumat 16 Dec 2016 16:00 WIB

FOKUS PUBLIK- Maju Mundur Moratorium UN

Red:

 

Antara/Adi Sagaria                 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ujian Nasional (UN) selalu menjadi polemik. Masyarakat selalu membicarakan sistem evaluasi ini. Kejanggalan kerap muncul dalam pelaksanaannya. Ada isu kecurangan, secara sendiri-sendiri, bahkan sistematis dan masif.

UN kemudian dinilai mencederai integritas siswa dalam dunia pendidikan. Isu penghapusan UN bermunculan sejak 2006. Ketika itu ada sekelompok masyarakat yang tidak terima dengan pelaksanaan UN karena dinilai membuat siswa tertekan. Mereka menggugat pemerintah. Pengadilan kemudian mengabulkan gugatan mereka.

Pengadilan memutuskan pemerintah harus bertanggung jawab terhadap kondisi psikologis siswa yang tertekan karena UN. Pemerintah juga harus meninjau kembali sistem pendidikan nasional.

Pelaksanaan UN pada 2013 juga menjadi catatan tersendiri. Ketika itu, pemerintah dipusingkan dengan pencetakan soal yang terlambat. Akibatnya, pelaksanaan UN tidak serentak. Sebelas provinsi harus menunda pelaksanaan ujian.

Isu penghapusan UN muncul untuk menyikapi kesemrawutan pelaksanaan sistem evaluasi itu, tapi belum dapat terealisasi. Ujian ini tetap dilaksanakan pada tahun berikutnya.

Pada November lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengusulkan moratorium UN. Ujian sekolah berstandar nasional (USBN) menjadi penggantinya. Usulan ini sampai ke meja Presiden, tapi Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta moratorium UN ditinjau kembali. Wapres berkeyakinan, Indonesia masih membutuhkan UN agar siswa bersungguh-sungguh mengikuti evaluasi pendidikan.

Pembaca Republika menyampaikan pandangannya mengenai moratorium UN di bawah ini. Ada yang berpendapat usulan Mendikbud ini harus direalisasikan karena UN selalu menjadi masalah. Hasil pendidikan bukan hanya nilai, melainkan juga kepribadian yang baik.    ed: Erdy Nasrul

Moratorium UN untuk Evaluasi

Indra Ari Fajari, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Darussalam Gontor, Jawa Timur

UN telah mereduksi mata pelajaran lain. Mayoritas sekolah di Indonesia fokus pada anak didiknya hanya untuk mendalami materi UN. Sedangkan, materi lainnya dianggap kurang, bahkan tidak penting. Hal demikian berimplikasi pada guru. Pengajar materi bukan UN dikesampingkan. Selain itu, berimplikasi pula pada rasa cinta siswa terhadap ilmu yang mereka pelajari di luar materi UN.

Dampak lain yang lebih hebat adalah soal yang digunakan UN berbentuk pilihan ganda untuk menguji siswa. Bentuk soal ini tidak mengajarkan siswa berpikir kritis. Pilihan ganda dalam UN hanya membuat siswa mengenal, mengingat, dan mengaplikasikan. Tapi, tidak melatih siswa berpikir kritis.

Saya berpendapat, jika ingin generasi berkualitas, tes dilakukan dengan bentuk esai. Materi yang diujikan adalah seluruh materi yang diajarkan di sekolah. Hal tersebut sudah diterapkan di beberapa lembaga pendidikan di Indonesia dan terbukti berhasil.

Kualitas guru dan siswa harus ditingkatkan. Sarana dan prasarana sekolah, akses informasi di seluruh daerah Indonesia harus dilengkapi. Di samping itu, UN menurut saya perlu dimoratorium. 

Patokannya Bukan Nilai

Imam Nur Suharno, Kadiv HRD Yayasan Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat.

Keberhasilan pendidikan tidak diukur dengan deretan angka dan fasilitas, tetapi cerminan hati dan kebaikan budi pekerti peserta didik. Ini dihasilkan dari proses pendidikan yang dilakukan secara tulus, ikhlas, berkelanjutan, dan penuh pengabdian.

Saya setuju dengan moratorium UN. Ini tepat. Pendidik akan lebih fokus membentuk budi pekerti peserta didik.

Cukuplah ujian secara nasional sifatnya sebagai pemetaan kualitas pendidikan. Tidak lebih dari itu.

Hindari Pilihan Ganda

Achmad Reza Hutama Al-Faruqi, Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam Pascasarjana UNIDA Gontor, Jawa Timur

Evaluasi adalah komponen penting dalam pendidikan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengusulkan moratorium UN. Alasannya kualitas sekolah belum merata. Hanya 30 persen sekolah yang kualitasnya di atas standar nasional. Sisanya 70 persen sekolah masih di bawah standar.

Saya berpendapat jika moratorium UN bisa menghasilkan sistem yang bagus untuk ke depannya, maka tidak menjadi masalah. Seperti pemerataan kualitas sekolah. Jika UN hanya mengevaluasi beberapa pelajaran, lebih baik dihentikan. Ujian haruslah mencakup seluruh materi pelajaran. Jangan sampai anak memilih pelajaran. Semua yang diajarkan di sekolah adalah sama-sama untuk kebaikan anak.

Jika UN tetap diadakan pada 2017, sistem ujiannya haruslah diubah. Tidak hanya sekolah tertentu yang bisa mengadakan UN karena alasan sarana dan prasarana. Ujian selanjutnya jangan menggunakan soal pilihan ganda, tetapi berbentuk esai agar peserta didik menganalisa pelajaran dengan baik.

Jangan Hanya UN

Windi Astuti, Guru Bimbingan Konseling, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah

Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia harus mengarah pada baiknya kualitas akademik siswa, perkembangan sikap, dan mengarah pada peningkatan spiritual. Meningkatnya mutu pendidikan jangan dipahami dari tingginya nilai ujian nasional. Angka tidak menjamin suksesnya seseorang. Adapun yang harus diperhatikan adalah prosesnya. UU No 20 Tahun 2003 Ayat 1 menjelaskan, "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual kegamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara."

 

Bangsa Indonesia membutuhkan kualitas pendidikan yang baik dan mampu membawa perubahan bagi seluruh rakyat. Kita ingin menjadi bangsa yang mampu berdaya saing tinggi di kancah internasional. Jika pendidikan baik, kondisi negara juga akan baik.

Tak Adil Jika Hanya UN

Intan Muthoharoh, Guru dan Bag Kurikulum  MI Nurussalam Ngawi, Jawa Timur

Tugas pendidik bukan hanya mengajar di kelas atau menyampaikan materi yang sudah ditentukan oleh kurikulum pemerintah. Di sekolah, pendidik yang sesungguhnya adalah guru yang mengajar dan mendidik. Guru juga membentuk karakter mental anak didiknya melalui kegiatan akademik dan nonakademik.

Menurut saya, kelulusan seorang pelajar tidak adil jika hanya ditentukan dari hasil UN saja, padahal pembentukan mental dan karakter anak sudah dijalani selama enam tahun atau tiga tahun. Alangkah bagusnya jika kriteria kelulusan anak dilihat dari nilai prestasi, akhlak, ataupun nilai disiplin dalam kesehariannya di sekolah pada kurun waktu yang sudah disepakati bersama.

Kondisi ini lebih menjadikan anak bersemangat untuk berkompetisi dalam kebaikan. Mereka akan lebih giat meraih prestasi dan memperbaiki akhlak setiap hari, bukan hanya pada saat tertentu, seperti ada lomba dan ujian negara. Menurut saya, meniadakan UN adalah solusi  terbaik.

Momok Pendidikan

Nur Fitria Primastuti, Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Salatiga

Meluasnya kabar moratorium UN merupakan angin segar. Selama ini UN selalu menjadi momok di bidang pendidikan baik bagi peserta didik maupun para pendidik. Alih-alih sebagai salah satu tolok ukur standardisasi mutu pendidikan nasional, UN justru membuat siswa tertekan atau stres. Guru kebingungan dan pelaksanaanya dipenuhi dengan kecurangan.

Jika UN dihentikan sementara, biaya yang dikeluarkan negara bisa diarahkan untuk memperbaiki fasilitas pendidikan di berbagai wilayah yang dianggap tertinggal. Anggaran tersebut  juga bisa dimanfaatkan untuk seminar bagi guru untuk meningkatkan kualitas. Kita mengetahui banyak daerah yang mutu pendidikanya, seperti fasilitas mengajar dan tenaga pendidik yang sangat memprihatinkan. Selain itu, jika moratorium UN dilaksanakan, Kemendikbud harus mempersiapkan standar ujian akhir di sekolah.

Harus Ada Pengganti UN

M Syaiful Muhtar, Mahasiswa IAIN Salatiga, Jawa Tengah.

Menurut saya, moratorium UN adalah gagasan yang perlu dipertimbangkan. Selama ini UN masih belum efektif dan efisien dalam pelaksanaannya. Sebanyak 70% sekolah belum memenuhi standar nasional. UN bukanlah satu-satunya cara untuk mengetahui tingkat prestasi siswa.

Usulan Mendikbud terkait moratorium UN sebenarnya bisa dijadikan alasan yang bagus untuk dunia pendidikan di Indonesia, asalkan sudah ada alternatif pengganti UN. Wajar saja jika Wakil Presiden Jusuf Kalla menolak dan masih mempertahankan UN sebagai standar nasional pendidikan. Sebab, dari usulan Mendikbud terkait moratorium, belum ada konsep yang konkret untuk menggantikan UN sebagai standar mutu pendidikan di Indonesia.

Moratorium UN bagi saya bagus asal konkret dalam implementasi dan orientasi mutu pendidikan yang lebih baik dari sebelumnya. Saya juga beranggapan UN selama ini belum objektif. Dari berbagai pengalaman, UN selalu dicederai kecurangan. Ada rantai yang panjang dari pusat hingga ke lembaga pendidikan terkait soal ujian yang bocor. Pertanyaannya, apakah hal semacam ini akan terus dipertahankan? Ditambah lagi anggaran untuk UN juga cukup besar mencapai miliaran rupiah.

Anggaran UN Sangat Besar

Giyat Yunianto, Bekasi, Jawa Barat

Ujian nasional adalah salah satu cara untuk mengetahui kemampuan siswa menyerap pelajaran selama ia menempuh pendidikan. Hal tersebut amatlah wajar dan manusiawi karena melalui UN pula pemerintah dapat mengetahui kualitas pendidikan pada suatu daerah.

Namun, setiap daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki sekolah yang sarana dan prasarananya tidak sama, bahkan cenderung memprihatinkan. Oleh karena itu, moratorium UN sangat diperlukan. Hal tersebut mutlak diperlukan karena anggaran yang dibutuhkan untuk melaksanakan UN sangatlah besar dan tentu saja harus dipertanggungjawabkan penggunaannya.

Pemerintah harus mengevaluasi secara menyeluruh apakah manfaat UN lebih besar dari mudhorotnya. Ya Allah, luaskanlah akal pikiran dan mantapkanlah hati para pemimpin kami agar dapat membuat kebijakan yang tidak merugikan masa depan generasi penerus republik ini.

Kebijakan Moratorium UN Kurang Tepat

Sahroni, Mahasiswa PAI UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

UN merupakan ritual tahunan yang harus dilalui oleh setiap siswa untuk mencapai kelulusan. Sampai saat ini UN masih menjadi kontroversi dan perdebatan di kalangan dunia pendidikan dan masyarakat. Ada yang pro terhadap pelaksanaan UN, tetapi tak sedikit pula yang kontra terhadap pelaksanaan UN.

Melihat dari wilayah negara kita yang sangat luas dari Sabang sampai Merauke, tentunya sangat sulit untuk mengevaluasi mutu pendidikan. Segala daya upaya telah dilakukan pemerintah dalam mengatasi polemik ini. UN dijadikan sebagai salah satu alat evaluasi pemerintah terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia.

Jika UN ditiadakan, justru Indonesia akan dihadapkan kepada sejumlah kesulitan, antara lain tak bisa memetakan tingkat kemampuan siswa terhadap hasil penyelenggaraan pendidikan selama ini. Selain itu, dengan penghapusan UN, akan terjadi disintegrasi. Jika pemerintah menghapuskan UN, kemungkinan akan ada pihak yang berpendapat pemerintah pusat hanya memperhatikan satu wilayah sehingga terjadi ketimpangan sosial.

Penghapusan UN bukanlah cara yang tepat. Tetapi, perbaikilah mutu pendidikan dengan membidik sasaran yang tepat. Silakan sistem pendidikan kita dikaji, disederhanakan, dan diperbaiki untuk prestasi yang lebih baik sesuai standar pendidikan nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement